Pendahuluan

Adam Air PK-KKW
 

Terima kasih pada Departemen Perhubungan yang membuka era baru melalui usaha KNKT (Komite Nasional Kecelakaan Transportasi) telah merilis laporan tentang kecelakaan Adam Air yang selama setahun lebih menjadi misteri. Laporan KNKT menepis semua teori dan gosip seputar hilangnya pesawat Adam Air DHI 574 yang marak beredar di media massa dan internet. Juga tentang teori adanya angin kencang yang menyebabkan pesawat pecah berkeping-keping. Laporan ini membuktikan bahwa cuaca bukanlah satu-satunya alasan terjadinya kecelakaan pesawat terbang, seperti yang selama ini kita terima. Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya suatu kecelakaan pesawat terbang. Bahkan biasanya kecelakaan pesawat terbang adalah akumulasi dari berbagai faktor yang dimulai bahkan berbulan-bulan sebelumnya.

Pada saat tulisan ini disusun, laporan KNKT ini dapat di download melalui website Departemen Perhubungan, yaitu:
http://www.dephub.go.id/knkt/ntsc_home/ntsc.htm

Laporan KNKT berisi data teknis yang sebagian besar hanya dimengerti oleh orang yang berkecimpung dalam dunia penerbangan. Tulisan ini mencoba menjelaskan laporan tersebut dalam bahasa Indonesia yang mudah dimengerti oleh khayalak ramai, sehingga penterjemahannya tidaklah kata perkata, tapi sebisa mungkin mendekati maksud sebenarnya. Kami berharap KNKT akan terus terbuka dan mengumumkan semua laporan mengenai kecelakaan ataupun insiden di Indonesia, sebagai pelajaran berharga sehingga tidak terulang seperti yang ditulis di bagian pendahuluan laporan tersebut:   "As NTSC believes that safety information is of greatest value if it is passed on for the use of others, readers are encouraged to copy or reprint for further distribution, acknowledging NTSC as the source. "   Penggambaran visual keadaan penerbangan pada Bagian 6 adalah rekaan penulis berdasarkan laporan tekstual KNKT, dan mungkin tidak persis sama dengan keadaan sebenarnya.

Ada hal-hal yang terlalu teknis yang tidak dibahas dalam tulisan ini, tapi dapat dibaca di laporan aslinya oleh orang yang mengerti penerbangan. Juga ada tambahan penjelasan yang tidak ada di laporan KNKT yang dibuat oleh penulis agar pembaca mengerti.

Tujuan tulisan ini bukan untuk menuding siapa yang salah dalam kecelakaan Adam Air DHI 574 tapi untuk meningkatkan keamanan terbang di Indonesia, menjadi pedoman bagi pelanggan perusahaan penerbangan dan menjadi pelajaran bagi perusahaan penerbangan dan awak pesawat untuk bekerja dengan profesionalisme yang tinggi.

Pemerintah juga patut mendapat pujian dengan ketegasannya telah memberi sanksi pada Adam Air. Sanksi tersebut menurut penulis adalah niat baik pemerintah untuk meningkatkan keamanan bepergian lewat udara. Semoga manajemen Adam Air dapat memperbaiki citra perusahaannya dan kembali terbang dengan aman, serta menjadi tambahan pengalaman bagi maskapai penerbangan yang lain untuk meningkatkan keamanan dalam pelayanannya.

Doa kami bagi awak pesawat dan penumpang yang menjadi korban dalam tragedi ini, juga bagi keluarga yang ditinggalkan. Kita semua adalah ciptaan Tuhan dan akan kembali padaNya, cepat atau lambat.

Akhir kata, saya hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Jika ada komentar atau saran untuk membangun penerbangan Indonesia agar lebih aman mohon ditujukan ke email: Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.


Bagian 1. Hilangnya DHI 574
1 Januari 2007, sebuah pesawat Boeing 737-4Q8 Adam Air nomor penerbangan DHI 574 dengan registrasi PK-KKW terbang dari Surabaya, Jawa Timur, menuju Manado, Sulawesi Utara. Penerbangan berjadwal ini lepas landas dari bandar udara Juanda pada pukul 05:59 UTC atau 12:59 WIB siang hari WIBB dan diperkirakan untuk sampai di Manado pada pukul 08:14 UTC atau 16:14 WITA waktu Manado. Pesawat terbang pada ketinggian jelajah 35 ribu kaki atau sekitar 10600 meter di atas permukaan laut. Waktu UTC (Coordinated Universal Time) dalam penerbangan juga dikenal secara umum dengan GMT (Greenwich Mean Time).

Dengan kapasitas 170 penumpang, hanya ada 102 orang di dalam pesawat. 2 orang penerbang, 4 awak kabin, 96 orang penumpang yang terdiri dari 85 orang dewasa, 7 anak dan 4 bayi.

Pada pukul 07:09 UTC atau 15:09 WITA (Makassar), setelah pergantian shift, petugas ATC (Air Traffic Controller) mencoba untuk memanggil DHI 574, tapi tak ada jawaban, pesawat hilang dari tampilan radar di daerah sekitar Selat Makassar. Selama kurang lebih 30 menit, ATC mencoba memanggil DHI 574 dan meminta pesawat yang ada di sekitarnya untuk juga memanggil DHI 574 tanpa hasil.

Pada pukul 16:04 waktu setempat, 10 menit sebelum perkiraan waktu kedatangan, petugas ATC UPG (Ujung Pandang) menghubungi tim SAR dan memberitahu bahwa mereka kehilangan komunikasi dengan DHI 574.

Hal ini adalah usaha yang patut mendapat pujian, karena prosedurnya ATC akan memberi tahu ATC lain di sekitar daerahnya dan tim SAR, dalam 30 menit setelah perkiraan waktu kedatangan. Dalam hal ini perkiraan waktu kedatangan adalah 16:14 waktu setempat. Bahkan satu hal lagi, pada pukul 15:57 petugas ATC Ujung Pandang menelepon ke bandar udara Palu, karena logikanya jika terjadi sesuatu maka DHI 574 akan pergi ke bandar udara terdekat yaitu Palu. Tapi petugas di bandar udara Palu menyatakan bahwa DHI 574 tidak mendarat di sana. Sedangkan yang tertulis di flight plan (rencana penerbangan yang dikirim ke ATC) bandar udara alternatif yang dipilih oleh penerbangan DHI 574 adalah bandar udara Gorontalo. Biasanya setiap penerbangan komersial memilih sebuah bandar udara alternatif untuk berjaga-jaga jika bandar udara tujuan tidak dapat didarati karena cuaca atau alasan lain seperti listrik mati, atau ada pesawat rusak yang tidak bisa dipindahkan dari landasan dengan segera.

Pada pukul 16:15 WITA, hanya satu menit setelah jadwal seharusnya kedatangan DHI 574, ATC UPG menyiarkan kondisi INCERFA (uncertainty phase) pada seluruh unit ATC di sekitarnya. INCERFA ini berarti, ada kekhawatiran pada keamanan sebuah pesawat dan penumpangnya ketika terjadi kegagalan komunikasi, atau pesawat tidak datang dalam waktu 30 menit dari jadwal kedatangan.

Pada pukul 17:08 WITA, satu jam setelah kehilangan komunikasi dengan DHI 574, ATC menyiarkan status ALERFA (alert phase), peringatan yang berarti kemungkinan besar keamanan sebuah pesawat dan penumpangnya berada dalam bahaya.

16 menit kemudian, pada pukul 17:24 WITA, ATC akhirnya menyiarkan status DETRESFA, yaitu status dimana sudah diyakinkan bahwa pesawat dan penumpangnya dalam keadaan bahaya.

Selama beberapa hari kemudian, seluruh daya dan upaya dilakukan untuk mencari pesawat Adam Air penerbangan DHI 574. Tim dari KNKT dibantu oleh tim SAR dan seluruh jajaran TNI dan Polisi dikerahkan. Bahkan negara tetangga Singapore dengan Air Accident Investigation Bureau nya juga mengerahkan pesawat Fokker 50 angkatan udara serta penyelam-penyelam dari angkatan lautnya. Kapal laut USNS Mary Sears yang berada di dekat lokasi juga memberikan bantuannya untuk mencari pesawat yang hilang tersebut.

Sembilan hari kemudian, potongan kecil pesawat ditemukan di pantai dekat Pare-Pare, Sulawesi.

Serpihan PK-KKW

Pada tanggal 21 Januari 2007, 20 hari setelah hilangnya pesawat, sinyal dari alat pengirim tanda darurat (locator beacon) yang berada pada alat perekam penerbangan, terdengar dan lokasinya segera dicatat. Batere pada alat tersebut dapat bertahan selama 30 hari dan dapat bertahan sampai kedalaman 20 ribu kaki atau sekitar 9072 meter.

Sinyal yang ditangkap dan diperkirakan lokasinya oleh kapal peneliti Amerika Serikat USNS Mary Sears menunjukkan 2 sinyal yang berjarak 1.4 km satu sama lain. Sayang, usaha untuk mendapatkan alat tersebut dibatalkan karena dalamnya laut tempat alat tersebut terbenam, sekitar 2000 meter di bawah permukaan laut. Pengambilan alat rekaman tersebut membutuhkan alat khusus yang tidak tersedia di daerah ini.

8 bulan kemudian, pada tanggal 24 Agustus 2007, usaha pengambilan alat rekaman dimulai kembali dengan alat-alat yang memadai. Pada tanggal 27 Agustus 2007 alat DFDR (Digital Flight Data Recorder) berhasil diambil dari dasar laut, dan sehari kemudian CVR (Cockpit Voice Recorder) berhasil juga diambil.

Meskipun telah ditemukan beberapa barang penumpang, sampai saat ini tidak ada penemuan korban maupun bagian pesawat yang lainnya.


Cuaca pada saat kejadian

Berdasarkan gambar satelit, pada saat kejadian cuaca tidak cukup baik, meskipun keadaan tersebut adalah “normal” pada negara tropis seperti Indonesia. Pada ketinggian 35 ribu kaki gambar satelit menunjukkan adanya awan hujan, turbulensi udara, petir dan es yang berupa serpihan (hail).

Awan hujan yang bernama cumulonimbus, atau dalam dunia penerbangan biasa disebut CB, bisa terjadi sampai ketinggian 45 ribu kaki. Terutama pada bulan Desember – Januari, dimana musim hujan sedang berlangsung pada puncaknya. Dengan curah hujan 70mm sampai dengan 170 mm yang oleh ahli meteorologi disebutkan sebagai hujan dengan intensitas sedang sampai medium.

Dalam lampiran laporan KNKT bagian cuaca, disebutkan keadaan cuaca yang kurang baik, tapi tidak dibahas lebih dalam di buku ini, karena tidak relevan dengan penyebab kecelakaan sebenarnya. Selain daripada itu, cuaca sebenarnya pada waktu kejadian tidak diketahui pasti.

Gambar satelit cuaca

Usaha Pencarian Adam 574
TNI AL, AD, AU, Polisi, SAR, pesawat Fokker 50 AU Singapore, USNS Mary Sears, KNKT, Air Accident Investigation Bureau of Singapore, penyelam AL Singapore, dan pihak lainnya mencari reruntuhan PK-KKW di selat Makassar, di sekitar posisi terakhir yang terlihat di radar. Cuaca selama pencarian cukup baik. ULB (Underwater Locator Beacon) yang seharusnya memancarkan sinyal tidak terdeteksi. Kapal Amerika Mary Sears berada kurang lebih 500 meter dari beacon pada saat mendeteksi sinyal ULB.

Kapal Amerika yang lain, US Navy Supervisor of Salvage, membawa sebuah towed pinger locator (TPL) dari Washington, DC, ke Makassar. Alat ini adalah detektor sonar dengan kabel yang mempunyai kemampuan mendeteksi ULB di bawah laut. ULB sendiri terdapat pada DFDR dan CVR dari pesawat PK-KKW. TPL ini juga sanggup turun pada kedalaman 20000 kaki di bawah permukaan laut.

Towed Pinger Locator

Kapal Baruna Jaya 4 yang dilengkapi dengan sonar berwarna dan multi beam, bisa memancar ke beberapa arah, juga digunakan untuk mencari reruntuhan. Dengan frekuensi 24 Khz alat ini dapat mencari objek di bawah laut sampai pada kedalaman 4000 meter.
Multi-beam scanningnya mempunyai kemampuan pencarian sampai kedalaman 1000 meter dengan resolusi 1 meter pada kedalaman 100 meter.

Surface trawl (jala?) juga digunakan untuk mencari reruntuhan sampai kedalaman 60 meter.

Beberapa reruntuhan ditemukan yang mengambang di laut dan di pantai antara Pare-pare dan Baru, Sulawesi Selatan, sekitar 135 km dari Makassar.

Lokasi penemuan serpihan pesawat dan benda-benda lain.

Semua penemuan ini disimpan di bandar udara Hasanuddin, Makassar.

Pencarian ini ditangguhkan pada waktu ditemukan bahwa reruntuhan utama berlokasi di kedalaman 2000 meter, memerlukan peralatan khusus yang tidak ada di daerah ini.
Beberapa Penemuan  

Sebuah kapal, dari Phoenix International Company, yang dilengkapi dengan dynamic positioning equipment, ditunjuk untuk mengambil CVR dan DFDR dan beberapa bagian penting dari PK-KKW dari dasar laut. Pada tanggal 24 Agustus 2007 dengan tim yang terdiri dari KNKT, US National Transportation Safety Board, US FAA, The Boeing Company, AdamAir, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan otoritas pelabuhan Makassar, proses pengambilan ini dilakukan.

Misi ini menggunakan sebuah alat kecil ROV, Remotely Operated Vehicle, bernama Remora 6000, yang sanggup turun ke kedalaman 3000 meter. ROV ini memiliki 3 kamera dan 2 lampu untuk mencari secara visual. Alat ini juga memiliki sonar bawah laut dan 2 lengan robot yang dapat mengangkat benda seberat 25 kg dengan besar 30 cm x 40 cm.
Pencarian dengan menggunakan ROV berjalan selama 109 jam dengan menjalani 5 kali penyelaman.
Remotely Operated Vehicle    


Kondisi pesawat:

Registrasi: PK-KKW, Pesawat buatan 1989, 2 mesin turbofan atau sering disebut dengan mesin jet.

Sebelum mulai dengan bagian ini, banyak paragraf yang menyebutkan perangkat IRS (Inertial Reference System). Perangkat ini, dengan menghitung inersia dari gerakan pesawat dapat memberikan indikasi posisi pesawat. Biasanya dalam pesawat modern ada 2 sampai 3 perangkat IRS, yang dinomori IRS 1, IRS 2, IRS 3. Bersama dengan perangkat lain seperti GPS (Global Positioning System) dan pemancar radio di daratan, IRS memegang peranan penting dalam navigasi pesawat. Dalam pesawat PK-KKW ada 2 buah IRS. Kedua alat tersebut dinamai Left IRS dan Right IRS. Dalam tulisan ini akan sering juga ditulis dengan IRS 1 dan IRS 2 untuk penyederhanaan.

Selain IRU (Inertial Reference Unit), atau jantung dari sistem ini, pada pesawat Boeing 737-400 ada 3 komponen utama dari IRS, yaitu

  1. IRS Display Unit, tampilan dari posisi pesawat yang dihitung oleh IRS
  2. IRS Mode Selector Unit, panel untuk memilih mode IRS
  3. IRS Switch Selector, tombol ini dapat memilih IRS yang akan digunakan oleh komputer pesawat. Normal, Both on Left, Both on Right. Posisi seharusnya adalah Normal. Dimana tampilan navigasi sebelah kiri (sisi kapten) akan menerima data dari IRS no 1 (Left) dan tampilan navigasi sebelah kanan (sisi kopilot) akan menerima data dari IRS 2 (Right). Jika terjadi kerusakan di salah satu IRS, maka penerbang harus memilih IRS yang baik dengan cara keduanya memakai IRS 1 (Both on Left) atau keduanya memakai IRS 2 (Both on Right).

 

Panel pengendali IRS di kokpit

Setiap pesawat memiliki buku maintenance log, atau pencatatan pemeliharaan. Segala pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan yang dilakukan terhadap pesawat dicatat di buku ini. Keluhan atau laporan penerbang mengenai kondisi pesawat juga ditulis di buku log ini. Kemudian mekanik atau engineer akan melihat buku ini setiap pesawat mendarat, memperbaiki kerusakan dan menulis jawaban/pekerjaan yang telah dilakukan untuk mengatasi laporan penerbang di buku tersebut. Buku maintenance log biasanya adalah buku berkarbon yang dapat membuat tulisan tembus rangkap 3 atau 4. Sehingga setiap kali pesawat terbang maka 2 lembar salinan akan dirobek dari buku, satu salinan untuk engineer dan satu salinan untuk disimpan di darat. Sehingga biarpun pesawat PK-KKW sudah menjadi sejarah, tapi salinan kejadian pemeliharaannya tetap ada.

Pada kasus-kasus yang dialami PK-KKW, rata-rata laporan penerbang diatasi dengan cara re-racking (mencopot dan memasang ulang), contact cleaning (membersihkan hubungan kabel-kabel kelistrikan), atau mengganti relay dan circuit breaker reset (me-reset sekring). Tidak ada perbaikan secara khusus pada suku cadang yang dicurigai rusak. Apalagi mengganti suku cadang yang rusak dengan yang baru. Padahal keluhan yang sama datang berulang-ulang pada alat yang sama.

Laporan juga menyebutkan adanya swapping, atau menukar posisi satu suku cadang ke suku cadang lain, misalnya IRS no 1 ditukar posisinya menjadi IRS no 2, begitu pula sebaliknya, dengan harapan IRS yang dicurigai rusak akan menjadi normal kembali.

Bahkan sudah menjadi rahasia umum dalam dunia penerbangan bahwa perusahaan penerbangan yang curang melakukan praktek menukar suku cadang yang rusak dari satu pesawat ke pesawat yang lain. Hal ini dilakukan untuk mengulur waktu penggantian suku cadang. Karena dalam pengoperasiannya, pesawat boleh terbang dengan suku cadang yang rusak dalam waktu tertentu, misalnya 3 hari. Setelah 3 hari, suku cadang yang rusak harus diganti.

Tapi pada waktu masa perpanjangan 3 hari telah selesai di pesawat A, maka suku cadang yang rusak tersebut dapat dipindahkan ke pesawat B dan suku cadang yang bagus dari pesawat B dipindahkan ke pesawat A.

Dengan cara ini, seolah-olah kerusakan di pesawat A sudah diselesaikan, dan ada kerusakan baru di pesawat B. Tapi pesawat B akan tetap boleh terbang dalam selama 3 hari sebelum suku cadang tersebut harus diganti. Dalam contoh ini, sudah 6 hari lewat dihitung dari hari pertama kerusakan terjadi. Bayangkan kalau perusahaan tersebut memiliki banyak pesawat. Suku cadang yang rusak hanya dirotasi diantara pesawat untuk menghindari pembelian suku cadang baru.

Kejelian dari pihak berwenang DSKU (Dinas Sertifikasi dan Kelaikan Udara) sangat dibutuhkan untuk menghindari kecurangan perusahaan penerbangan dalam usahanya menghindari biaya pergantian suku cadang.

Apakah hal di atas dilakukan oleh Adam Air? Hanya Tuhan yang tahu. Tapi dalam laporan KNKT dituliskan bahwa masalah dengan IRS juga dialami oleh 9 pesawat lain di armada yang sama, yaitu: PK-KKC, PK-KMD, PK-KME, PK-KKG, PK-KKI, PK-KKM, PK-KKR, PK-KKT, and PK-KKU.

Dalam bulan September sampai dengan November 2007 terjadi total 82 masalah IRS yang dialami semua pesawat yang tertulis di dalam buku log pemeliharaan. Bayangkan jumlah masalah tersebut hanyalah masalah yang berhubungan dengan sistem IRS, bagaimana dengan masalah sistem yang lain. Mungkin total masalah yang ada pada armada pesawat Adam Air berjumlah ratusan dalam masa hanya 3 bulan saja.

Dalam tiga bulan terakhir tercatat kerusakan dan masalah yang dialami penerbang pada waktu menerbangkan pesawat PK-KKW sendiri adalah:

  1. Vertical Speed indicator sebelah kiri : 52 kali laporan (!).
  2. Keanehan IRS: 51 kali laporan (!).
  3. Lampu kegagalan FDR (Flight Data Recorder): 14 kali laporan.
  4. Kegagalan Auto Pilot: 4 kali laporan.
  5. Kerusakan radar cuaca: 2 kali laporan
  6. Flight Director sebelah kiri: 2 kali laporan.

Sebagai pembaca, anda tidak diharuskan untuk mengerti jenis kerusakan yang terjadi, tapi di daftar di atas dapat dilihat kerusakan berulang-ulang untuk perangkat yang sama di satu pesawat. Hal ini adalah tanda kurangnya perhatian pada pemeliharaan pesawat. Normalnya untuk sebuah kerusakan seperti halnya kendaraan lain, 1-2 kali laporan menunjukkan bahwa perangkat tersebut harus diganti atau direparasi.

Semua fakta di atas membuktikan bahwa sebuah kecelakaan dalam penerbangan tidak begitu saja terjadi, tapi merupakan hal yang dimulai dengan kesalahan-kesalahan kecil dan bertumpuk sesuai dengan bertambahnya waktu. Proses audit internal perusahaan jika dijalankan dengan baik akan dengan sistematis menemukan kesalahan-kesalahan ini.

Satu bulan sebelum kejadian, pada tanggal 1 Desember 2006, dilakukan inspeksi oleh petugas dari Kelaikan Udara. Ditemukan 21 kekurangan dan 2 buah kembali tentang IRS:

  1. Item 11. IRS 1 (nomor 1, kiri) blank (layar tampilannya kosong) pada waktu descend (turun dari ketinggian jelajah)
  2. Item 12. IRS 2 (nomor 2, kanan) perhitungan navigasinya menyimpang sejauh 16 nautical mile (sekitar 28 km) pada waktu terbang menjelajah dan pada waktu turun dari ketinggian jelajah.

Sudah ditulis di atas bahwa pesawat ini hanya memiliki 2 IRS. Jadi kalau IRS 1 blank, tidak berfungsi dan IRS 2 menyimpang sedemikian jauh, maka sebenarnya pesawat ini sangat tidak laik terbang. Karena navigasi untuk terbang di Indonesia yang lautannya sangat luas, sangat bergantung pada akurasi perangkat IRS ini. Banyak daerah yang tidak tercakup oleh alat radio navigasi yang dipasang di darat.

Selama kurun waktu 20 November sampai 17 Desember 2006, terjadi laporan mengenai IRS dan hanya dilakukan re-racking (mencopot dan memasang ulang). Kemudian pada tanggal 17 Desember 2006, ada catatan bahwa kedua IRS di swap (ditukar antara IRS 1 dan IRS 2). Hal yang tidak masuk akal, karena telah terjadi banyak laporan mengenai kerusakan IRS 1 dan 2. Jadi menukar tempat kedua IRS di pesawat yang sama tidak akan menghasilkan apa-apa dan hanya menunjukkan rasa frustasi engineer karena tidak ada suku cadang yang disediakan oleh perusahaan.

Setelah 17 Desember, anomali penyimpangan IRS 2 (right) telah berpindah di IRS 1 (left) karena memang pada dasarnya IRS tersebut telah rusak dan hanya bertukar tempat. Bahkan penyimpangannya mencapai 45 nautical mile pada tanggal 22 Desember, bayangkan bahwa penyimpangan posisi yang dihitung oleh IRS hampir 90 km. Sebagai perbandingan, untuk terbang di rute udara normal, saat ini membutuhkan akurasi 10nm. Bahkan di negara dengan kepadatan lalu lintas udara, diperlukan akurasi hanya 2 nm saja, dan PK-KKW menyimpang 45nm!.

Dalam pesawat ada IRS switch selector, sudah diterangkan sebelumnya tombol ini dapat memilih IRS yang akan digunakan oleh komputer pesawat. Normal, Both on Left, Both on Right. Posisi seharusnya adalah Normal. Dimana tampilan navigasi sebelah kiri (sisi kapten) akan menerima data dari IRS no 1 (left) dan tampilan navigasi sebelah kanan (sisi kopilot) akan menerima data dari IRS 2 (right). Jika terjadi kerusakan maka akan dipilih keduanya memakai IRS 1 (Both on Left) atau keduanya memakai IRS 2 (Both on Right).

Pada rekaman penerbangan KI-574, status tombol ini adalah “0” maksudnya pada posisi Normal atau Both on Left. Jadi kemungkinan tombol ini tidak diubah. Hal ini karena penerbang yakin IRS 2 (right) yang rusak sehingga bergantung pada IRS 1.


Bagian 3 Kondisi penerbang
Adam Air menerbangkan rute ke Menado satu kali sehari selama 6 bulan sebelum kejadian. Kapten penerbang terakhir terbang dari Surabaya ke Menado adalah 26 Juli 2006. Sedangkan First Officer atau kopilot menerbangkan rute tersebut dua kali selama 3 bulan terakhir.

Kapten, Pilot in Command (PIC)

  1. Total jam terbang : 13356 jam
  2. In command Boeing 737 : 3856 jam (jam terbang sebagai Kapten)
  3. Total jam terbang selama bekerja di Adam Airlines : 356 jam
  4. 90 hari terakhir : 216 jam
  5. 30 hari terakhir : 64 jam 10 menit
  6. 24 jam terakhir : 1 jam 20 menit
  7. Jam di PK-KKW: 10 jam

Dari data jam terbang di atas dapat disimpulkan bahwa kapten penerbang mempunyai cukup banyak pengalaman. Jumlah jam terbang selama 30 hari terakhir juga tidak menunjukkan yang bersangkutan terbang terlalu banyak, karena maksimum dalam 30 hari adalah 110 jam. Sementara yang dilakukan dalam 30 hari terakhir adalah 64 jam 10 menit.
Dalam penyelidikan juga tidak ditemukan yang bersangkutan dalam keadaan sakit atau tidak fit, juga tidak ditemukan keadaan kelainan secara fisik ataupun mental sebelum terbang.

Semua hasil penyelidikan tidak menunjukkan penyimpangan dari sisi pelatihan yang dilakukan di Adam Air. Tapi semua hasil ini adalah berdasarkan penyelidikan pada formulir-formulir yang disimpan. Keadaan pelatihan sesungguhnya tidak diketahui. Maksudnya dari catatan yang ada hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan lulus pelatihan/ training. Semua catatan pelatihan yang diselidiki adalah pelatihan di kelas, pelatihan di simulator dan pelatihan di pesawat sebenarnya.
Pelatihan yang dilakukan antara lain, CRM (Crew Resource Management) pelatihan tentang manajemen berkomunikasi menyelesaikan masalah biasanya dilakukan di kelas, pelatihan dan ujian di simulator setiap 6 bulan sekali, dan check/ ujian di rute yang akan diterbangi, yang disebut Line training dan Route Qualification.

Kesimpulannya yang bersangkutan telah lulus semua ujian yang disyaratkan oleh peraturan penerbangan. Hanya ada satu formulir hasil pelatihan yang mempunyai tambahan komentar “ Additional guidance has been given”. Maksudnya pada waku melakukan ujian terbang penguji mengamati beberapa kekurangan dan telah dibahas bersama agar tidak terulang. Sayang tidak ada penjelasan di formulir tersebut tentang bagian apa saja yang kurang dalam proses ujian tersebut.

Dalam penerbangan KI-574, kapten menerbangkan pesawat (Pilot Flying) dan First Officer adalah penerbang pendukung (Pilot Non Flying). Dalam setiap penerbangan adalah hak kapten untuk menentukan siapa mengerjakan tugas Pilot Flying (PF) dan sebaliknya. Pilot Non Flying (PNF) mengerjakan komunikasi radio dan tugas administratif lain, dan juga menerima perintah dari Pilot Flying untuk mengubah konfigurasi pesawat, seperti misalnya menaikkan roda pendaratan. Hal lain yang dikerjakan oleh Pilot Non Flying adalah mengerjakan prosedur jika ada keadaan darurat (Emergency Prosedur) dan berkordinasi dengan Pilot Flying yang mengawasi pengerjaan prosedur tersebut.

Pembagian PF dan PNF adalah bagian dari Task Sharing, pembagian tugas penerbang. Semuanya diatur dalam Standard Operating Procedures (SOP) dari pabrik pesawat yang dapat dimodifikasi oleh perusahaan penerbangan.
Dengan SOP ini, para penerbang melakukan penerbangan dengan standar yang sama dan dengan cara yang sama. Juga penggunaan SOP memudahkan penerbang untuk tidak melupakan hal-hal yang penting, karena hal-hal tersebut tertulis di check list yang harus dibaca pada saat tertentu (tidak boleh dilakukan dengan hapalan di luar kepala, untuk menghindari kesalahan).

First Officer
First Officer, atau dikenal dengan istilah lama, ko-pilot, adalah juga penerbang dengan pengalaman yang cukup banyak. Rincian pengalamannya dapat dilihat di bawah ini:
  1. Total jam terbang : 4200 jam
  2. Total sebagai First Officer Boeing 737 : 998 jam
  3. 90 hari terakhir : 294 jam 30 menit
  4. 30 hari terakhir : 89 jam 10 menit
  5. 24 jam terakhir : 1 jam 20 menit
  6. Jam di PK-KKW: 7 jam 40 menit
Sama dengan kapten penerbang, First Officer juga tidak memiliki gejala kurang sehat sebelumnya. Tidak ada gejala kelainan fisik maupun mental selama sebelum terbang. Semua formulir pelatihan juga lengkap, hanya dalam beberapa formulir ditemukan isian yang kurang lengkap. Mengapa? Tidak ada yang tahu, kecuali para instruktur yang melakukan pelatihan, itupun kalau pelatihan ini benar-benar dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada. Hal ini adalah celah yang terbuka lebar, bahwa selembar kertas bukti training hanyalah seperti selembar kwitansi yang dapat diisi apa saja tapi membutuhkan tanggung jawab besar untuk menjaga kebenaran dan kelengkapan isinya.


Bagian 4 Kondisi perusahaan dalam kaitannya dengan pelatihan penerbang

Dalam setiap pesawat harus ada buku-buku panduan (manual book) dan juga buku referensi. Setiap pesawat berbeda, bahkan untuk tipe pesawat yang sama bisa ada perbedaan isi buku karena perbedaan spesifikasi. Dalam hal ini isi buku manual pesawat B737 PK-KKW mungkin berbeda dengan B737 PK-KKM, biarpun secara umum, isinya hampir sama.

Karena perbedaan inilah, dan tertib administrasi yang harus dilakukan oleh maskapai penerbangan, Adam Air harus memiliki salinan asli dari masing-masing buku yang ada di pesawat. Buku-buku ini biasanya paling tidak terdiri dari FCOM (Flight Crew Operational Manual) dan QRH (Quick Reference Handbook). QRH adalah buku yang harus dapat diambil dengan cepat oleh penerbang pada waktu kejadian darurat dan hanya berisi prosedur-prosedur penting penanggulangan masalah (emergency).

Laporan KNKT menjelaskan bahwa Adam Air tidak mempunyai salinan QRH dari PK-KKW, jadi satu-satunya salinan QRH ada di pesawat pada waktu terjadi kecelakaan. Dari catatan yang ada, buku-buku FCOM dan QRH bertanggal 3 Desember 2004.

Bagaimana dengan buku-buku yang dipakai untuk pelatihan penerbang di Adam Air? Setiap penerbang Adam Air diberikan satu buah salinan yang di download (diambil dari Internet) dari website www.myboeingfleet.com. Buku salinan ini dimaksudkan untuk rujukan pribadi penerbang. Padahal website tersebut jelas-jelas menyatakan bahwa semua publikasi yang diterbitkan oleh website tersebut hanyalah sebagai informasi. Bukan sebagai rujukan resmi, bahkan dipakai dalam pengoperasian pesawat. Bahkan juga ada pernyataan yang kurang lebih isinya sebagai berikut: perangkat yang terpasang di pesawat dan dicakup oleh buku manual dari website ini mungkin tidak sesuai dengan konfigurasi pesawat anda. Jangan gunakan buku manual ini dalam pengoperasian, penggunaan atau pemeliharaan pesawat.

Lebih dari pada itu, penerbang-penerbang yang duduk sebagai jajaran pejabat perusahaan Adam Air, tidak dapat menerangkan cara kerja IRS, pada waktu diwawancara pertama kali oleh pihak KNKT. Hal ini secara serius membuktikan kurangnya pengetahuan para penerbang dalam perusahaan tersebut. Padahal tanpa ada kecelakaan fatal inipun, sudah terjadi beberapa laporan kerusakan IRS, bahkan telah terjadi insiden serius pesawat mendarat di bandara Tambulaka yang tujuan seharusnya adalah Makassar, yang mungkin juga karena kesalahan IRS ini. Tapi dalam wawancara selanjutnya, penerbang-penerbang tersebut dapat menjawab pertanyaan yang sama dengan lebih baik.

Berdasarkan peraturan, setiap airline harus melatih dan menguji penerbangnya secara berkala. Biasanya setiap 6 bulan, untuk berlatih menanggulangi keadaan darurat. Jika ada insiden atau kecelakaan biarpun bukan dari airline yang bersangkutan, sudah menjadi kebiasaan untuk mensimulasi insiden dan kecelakaan tersebut untuk mencegah hal yang sama terulang kembali. Dalam rangkaian pelatihan dan pengujian penerbang di Adam Air, sesudah kejadian insiden mengenai IRS yang disebutkan di atas, ternyata perusahaan tidak membuat materi pelatihan untuk menanggulangi kerusakan IRS.

Crew Resource Management


Pelatihan ini adalah wajib bagi perusahaan penerbangan. Dalam laporan KNKT disebutkan beberapa kata CRM yang berarti pelatihan ini. Isi dari pelatihan pada dasarnya adalah pengembangan diri melalui sikap, perilaku, kemampuan berkomunikasi, pengambilan keputusan, penyelesaian konflik, kerja sama dan pengaturan beban kerja. Dalam pelatihan ini juga diberikan faktor keterbatasan manusia terutama dalam penerbangan.

CRM sendiri didefinisikan sebagai pelajaran untuk “menggunakan secara efektif semua sumber daya yang ada, seperti perangkat yang ada, prosedur dan manusia, untuk mencapai pengoperasian pesawat dengan efisien dan aman.”

Jika penerbang belum mendapatkan pelatihan ini, maka yang bersangkutan harus mengambil initial training, dan kemudian setiap 12 bulan harus mendapatkan pelatihan penyegaran.

Pelatihan CRM ini selama bertahun-tahun dikenal sebagai upaya mengurangi kecelakaan udara, karena sebagian besar kecelakaan berhubungan dengan faktor kesalahan manusia dalam penerbangan tersebut. Biarpun banyak manusia yang terlibat dalam sebuah penerbangan, tapi CRM ini menonjolkan hubungan antara awak kokpit, yaitu antar penerbang dan awak yang lain (awak kabin dan engineer).

Dalam laporannya KNKT menyebutkan bahwa kedua penerbang sudah mendapat pelatihan CRM sesuai dengan peraturan yang ada. Tapi dalam hubungannya dengan pelaksanaan CRM, rekaman di kokpit menunjukkan bahwa kedua pilot tidak terlalu “serius” dalam berkomunikasi menyelesaikan masalah teknis pesawat. Bisa jadi ini adalah “cara” untuk membuat komunikasi yang tanpa konflik, juga merupakan “pengingkaran” terhadap stress yang mereka hadapi. Kedua pilot mencoba untuk menghadapi masalah tanpa stress. Hal ini mengakibatkan komunikasi yang tidak efektif dari kedua penerbang, dalam konteks teknis.

Serius yang dimaksud dalam paragraf di atas adalah kepatuhan pada pembagian tugas dan koordinasi pekerjaan pada kedua penerbang tersebut yang disebut dengan Task Sharing (pembagian tugas) seperti dijelaskan sebelumnya. Karena dalam penerbangan dikenal SOP, Standard Operating Procedure, yang membantu penerbang untuk bekerja sama dengan ritme yang sama. Bahkan Emergency Procedure pun sudah lengkap dan harus diikuti dengan langkah-langkah yang jelas untuk mencegah kebingungan karena masalah komunikasi. 

Bagian 5 Apa yang terjadi?
    Urutan kejadian menurut rekaman ATC dan rekaman kokpit, semua waktu dalam UTC/ GMT:

05:58 Adam 574 diijinkan untuk masuk landasan (Runway 28) oleh Juanda tower.

06:00 Adam 574 diperintahkan, on departure right turn direct to FANDO and climb to Flight Level 330 , setelah lepas landas belok kanan ke titik bernama FANDO dan diijinkan naik ke ketinggian 33000 kaki,

06:05 Adam 574 melewati ketinggian 13000 kaki dan menghubungi Surabaya Control di frekuensi 125.1 Mhz.

06:08 Surabaya Control memerintahkan Adam 574, initial climb to FL 190 not radar contact. Adam Air 574 diijinkan naik ke ketinggian 19000 kaki saja karena masih belum terlihat di radar. Kopilot mengkonfirmasi perintah ATC, AdamAir 574 maintain heading climb FL 350. Perintah selanjutnya untuk meneruskan arah penerbangan saat itu (heading) dan diijinkan untuk naik ke ketinggian 35000 kaki.

06:09 Surabaya Control berkata, Adam 574 sorry initial climb to FL 330. Surabaya minta maaf dan hanya mengijinkan naik ke ketinggian 33000 kaki. Kopilot menjawab perintah tersebut.

06:10 Surabaya Control memerintahkan untuk menghubungi Ujung Pandang Control di frekuensi 128.3 Mhz, pada waktu naik melewati ketinggian 22000 kaki, Adam 574, passing 220 contact to UjungPandang Control 128.3 selamat siang.

06:10 Penerbang Adam 574 menghubungi Ujung Control ketika melewati ketinggian 22000 kaki dan meneruskan naik ke ketinggian 33000 kaki, dan mereka harus menghubungi Ujung Control kembali pada waktu melewati titik bernama KASOL.

06:14 Sebelum sampai ke KASOL, Ujung Control memerintahkan awak Adam 574 untuk terbang langsung ke titik berikutnya yaitu DIOLA dan kopilot menjawab perintah ini.

06:19 Kopilot menghubungi Ujung Control “reaching FL 350 “, bahwa mereka sudah mencapai ketinggian 35000 kaki dan Ujung Control memerintahkan untuk tetap di ketinggian 35000 kaki dan kembali melapor pada saat sejajar dengan titik Endog. “Maintain FL 350, report abeam ENDOG. Kopilot menjawab perintah itu.

06:29 Ujung control berkata, ” Kemana arahnya Adam? Ya Allah dia terbang ke Utara!”
Keterangan gambar: arah perjalanan KI 574 yang seharusnya di jalur yang diwarnai hijau.
arah perjalanan KI 574 yang seharusnya di jalur yang diwarnai hijau.
06:37:16.9 Adam 574 berada di sebelah utara titik GUANO, di radial 269°, 175 mil laut dari Makassar, MKS VOR. Kemudian Adam 574 di transfer dari Ujung Control ke Ujung Pandang (UPG) Lower Control. (MKS VOR adalah radio navigasi yang berada di kota Makassar)
Catatan: Sebelum pukul 6:37, informasi Cockpit Voice Recorder tidak tersedia, tapi setelah pukul 6:37, timing dari CVR dan rekaman di ATC dapat disinkronisasi.

06:37:21.6 berkata pada Adam 574, ”Adam 574 Ujung, good afternoon, radar contact 192 miles to the west of mike kilo sierra, maintain 350 direct to DIOLA.”. Maksudnya kurang lebih, Adam 574 dari Ujung Control, selamat siang, anda terlihat di radar 192 mil laut sebelah barat dari MKS, tetap di ketinggian 35000 kaki dan terbang langsung ke DIOLA. Kopilot menjawab perintah dari Ujung Control.

Selama 9 menit sebelum menghubungi Ujung Pandang Lower Control, kedua penerbang berdiskusi mengenai cuaca, masalah IRS termasuk perbedaan antara kedua IRS yang ada, perbedaan informasi navigasi dan perbedaan informasi angin yang ada. Pada pukul 6:32, mereka membicarakan bahwa hal ini adalah masalah tapi dengan cara berkelakar. Selama 9 menit ini terdapat kekawatiran mereka dengan diselingi percakapan biasa. (Jovial Comment)

06:42:50.5 UPG Lower Control menanyakan awak pesawat apakah arah terbang mereka langsung ke DIOLA. Awak Adam 574 menjawab bahwa mereka terbang ke arah 046° langsung ke DIOLA dengan angin dari arah samping kiri dengan kecepatan 74 knots.

Catatan penulis, angin 74 knots tidaklah lazim di Indonesia, dan kemungkinan angka tersebut keluar dari masalah IRS yang dihadapi oleh Adam 574. Angka yang tidak lazim inilah yang memicu beberapa isu mengenai hancurnya pesawat karena angin yang cukup besar yang juga disebut jetstream. Padahal di katulistiwa tidak terdapat jetstream, dan berapapun besarnya angin, pesawat selalu “menumpang” di dalam udara dan mengikuti pergerakan udara tersebut, jadi tidak mempunyai pengaruh pada kekuatan badan pesawat. Jetstream ini sering dirancukan dengan istilah turbulensi udara, padahal jetstream tidak selalu berakibat pada turbulensi. Malah jetstream sering “ditunggangi” pesawat komersial untuk mencapai tujuan dengan lebih cepat. Penulis pernah menerbangkan pesawat komersil dalam jetstream dengan kecepatan lebih dari 150 knots.

06:54:08.3 UPG memerintahkan Adam 574 untuk belok ke arah 070°, mengkoreksi arah menuju DIOLA, Adam 574 heading 070 for tracking to DIOLA. Di sini ATC UPG sudah melihat bahwa pesawat Adam 574 sudah mulai salah arah dan mengkoreksinya dengan memberi arah heading dari 046° ke 070°, lebih ke kanan (lihat gambar)

06:54:16.0 UPG mengulangi perintah 574 fly heading 070.

06:54:24.2 PIC (kapten penerbang) mengatakan pada kopilot, “ angin sudah normal kembali”.

06:54:30.3 Kopilot menjawab instruksi controller, affirm, yang berarti ya. Maka controller menginstruksikan kembali, roger fly 070°. “Terbang ke arah 070°”.

06:55:58.0 Memenuhi permintaan PIC, kopilot meminta UPG Lower untuk memberikan posisi Adam 574 dari radar.

06:56:04.3 UPG Lower menginformasikan awak Adam 574, Adam 574, position is 125 miles mike kilo sierra, crossing radial 307 mike kilo sierra. Adam 574 posisi anda adalah 125 mil laut dari MKS (VOR di Makassar) melewati radial 307° dari MKS.

06:56:11.5 Kopilot menjawab bahwa posisi ok, ok that’s confirm Adam 574.

06:56:15.7 CVR merekam bahwa kedua penerbang kembali menyatakan kekhawatiran mengenai perbedaan informasi di instrumen pesawat, seperti EFIS dan FMS tidak beres “the EFIS and FMS are messed up.” CVR terus merekam sampai pukul 06:57:52.1.

06:58 Gambar target radar di tampilan UPG Controller berubah menjadi jalur dari flight plan. Maksudnya sinyal dari pesawat tidak diterima oleh radar di darat.

Inilah posisi terakhir yang diterima oleh radar, 118° 13´ Timur and 03° 55´ Lintang Selatan pada ketinggian FL 350 (35000 kaki) pada pukul 06:58.

06:59 Petugas UPG Lower Control berganti shift.

07:09 UPG Lower Control mencoba menghubungi Adam 574, tapi tidak ada jawaban.

07:09 UPG Lower controller mengirim pesan Adam 574, radar service terminated, contact Ujung Control 128.1. Dengan harapan Adam 574 dapat mendengar pesan tersebut UPG memerintahkan Adam 574 untuk menghubungi Ujung Control di frekuensi 128.1 Mhz.
.
07:10 to 07:18 UPG Lower dan the UPG East controller tidak berhasil menghubungi Adam 574. Mereka meminta bantuan beberapa pesawat di sekitarnya untuk menghubungi Adam 574. Beberapa pesawat seperti Garuda GIA 603, Merpati MNA 8070 dan lainnya berusaha memanggil Adam 574 tanpa hasil.

07:16 GIA 603 mencoba untuk menghubungi Adam 574 di frekuensi 128.1 MHz, tapi tidak berhasil, akhirnya pada waktu sejajar dengan posisi KANIP mereka berkata, Adam 574 at 128.1 MHz is still not shown up sir!, Adam Air tetap tidak menjawab.

07:19 UPG Lower Control kembali mencoba memanggil Adam 574, tidak ada jawaban.

07:30 Awak pesawat lain, Lion Air LNI 777, juga mencoba

07:57 The UPG Lower controller menelepon Palu Airport, karena kemungkinan Adam akan mendarat di sana jika ada masalah. Tapi petugas di Palu Airport mengatakan Adam 574 tidak mendarat di sana.

08:04 UPG Lower Control memberi tahu kordinator Search and Rescue (SAR) bahwa mereka putus hubungan dengan Adam 574.

08:15 UPG controller menyatakan kondisi INCERFA (Incertanty Phase) ke unit-unit ATC di sekitarnya. INCERFA ini berarti, ada kekhawatiran pada keamanan sebuah pesawat dan penumpangnya ketika terjadi kegagalan komunikasi, atau pesawat tidak datang dalam waktu 30 menit dari jadwal kedatangan.
.
09:08 UPG controller menyatakan ALERFA (Alert Phase), peringatan yang berarti kemungkinan besar keamanan sebuah pesawat dan penumpangnya berada dalam bahaya.

09:24 Status DETRESFA dinyatakan, yaitu status dimana sudah diyakinkan bahwa pesawat dan penumpangnya dalam keadaan bahaya.

Rekaman Penerbangan dan Kokpit

Pesawat PK-KKW dilengkapi dengan sebuah digital flight data recorder (DFDR) dan sebuah cockpit voice recorder (CVR). DFDR adalah alat yang dikenal sebagai BLACK BOX, meskipun warna aslinya adalah jingga (oranye). Dinamakan black box (kotak hitam) yang identik dengan musibah karena DFDR ini adalah benda yang paling diperlukan jika terjadi sebuah kecelakaan. Masing-masing alat tersebut mempunyai underwater locator beacon (ULB), alat yang akan memberikan sinyal darurat jika terendam air. Pada 21 Januari, gambar yang diyakini sebagai DFDR dan CVR ditemukan di perairan Sulawesi bagian barat oleh kapal peneliti laut angkatan laut Amerika Serikat Mary Sears. Salah satu ULB berlokasi di 003° 40.329’ Lintang Selatan dan 118° 09.382’ Bujur Timur, di kedalaman 2000 m, dan yang ULB yang lain berlokasi di 003° 40.8916’ Lintang Selatan and 118° 08.8566’ Bujur timur di kedalaman 1900 m. Dari kedua posisi ini, kedua alat tersebut terpencar sejauh 1,4 kilometer.

DFDR berhasil diangkat pada tanggal 27 Agustus 2007, dengan menggunakan ROV (Remote Operated Vehicle), sebuah alat yang dikendalikan dengan remote kontrol pada pukul 06:00 UTC.

DFDR memberikan data bahwa pesawat sedang menjelajah pada ketinggian 35000 kaki, dengan kecepatan Mach 0,75 (75 % dari kecepatan suara), menggunakan Autopilot A (ada 2 autopilot, A dan B). Biasanya kalau kapten menjadi PF (Pilot Flying) maka akan menggunakan autopilot A sebaliknya jika kopilot yang menjadi PF maka autopilot B yang akan dipakai.

Percakapan di kokpit
Antara pukul 06:47:10 dan 06:50:21, ketika mencoba mencari kerusakan IRS.
Catatan: penulis hanya memiliki data laporan dalam bahasa Inggris, meskipun percakapan asli dalam bahasa Indonesia. Semua percakapan dalam bahasa Indonesia hanya terjemahan dari laporan asli berbahasa Inggris, mungkin tidak seperti percakapan aslinya. Penulis mencoba menerangkan dari segi teknis.

· 06:47:10 PIC Have a look at the QRH If the IRS number two is switched off, see what happens. Lihat QRH (Quick Reference Handbook, buku panduan di pesawat), kalau IRS no 2 dimatikan jadi bagaimana.
· 06:47:25 Copilot IRS. IRS (mungkin sedang mencoba mencari bab mengenai IRS)
· 06:47:46 PIC Navigation; FMS, look at the FMS. Navigation, FMS, lihat di bagian FMS
· 06:48:00 Copilot IRS fault. IRS fault (membaca judul di QRH)
· 06:48:02 PIC Eleven four15; it is not fault. 11.4.15, ini bukan fault
· 06:48:11 Copilot Its not fault. Bukan fault
· 06:48:17 PIC The IRS is erroneous. IRS kacau
· 06:48:20 Copilot But the fault must be illuminated Capt. Tapi kalau fault, lampunya mestinya menyala
· 06:48:23 PIC It is, its not fault. Ini bukan fault
· 06:48:29 Copilot Yes, on the ground in flight.
· 06:48:32 Copilot This one on the ground. Yang ini di darat (maksudnya prosedur untuk di darat)
· 06:48:38 Copilot IRS fault eleven four. IRS fault di 11.4
· 06:48:46 PIC Its not fault. Bukan fault
· 06:48:48 Copilot No no no.
· 06:48:50 Kata flight terekam di CVR tapi tidak bisa terdengar dengan jelas apa yang diucapkan
· 06:49:01 Copilot But the left one is good. Tapi (IRS) yang kiri bagus
· 06:49:02 PIC Yes, that is why. Ya, makanya kenapa
· 06:49:05 PIC Can we just turn one of these IRS off? Bisa kita matikan satu IRS, tidak?
· 06:49:05 Copilot It doesn’t seem we have to. Sepertinya kita tidak harus (mematikan)
· 06:49:09 PIC There isn’t anything, Tidak ada apa-apa
· 06:49:36 PIC There isn’t anything. Tidak ada apa-apa
· 06:50:21 Copilot Radial two nine zero, yup. Radial 290, ya

PIC meminta kopilot untuk memverifikasi posisi dengan UPG controller pada pukul:
· 06:43:21.5
· 06.50:35.6
· 06:50:37.2
· 06.55.51.5
Setelah permintaan PIC yang pertama untuk menanyakan posisi, kopilot berkata I’ll ask?, Saya akan tanyakan. Setelah permintaan ketiga dan keempat, kopilot menanyakan posisi pesawat.

UPG controller memberikan posisi dengan memberikan radial dan jarak dari MKS VOR tapi kedua awak tidak memakai informasi tersebut untuk melihat kebenaran IRS. (Kemungkinan mereka sedang sibuk dengan QRH)

06:56:55.2 put the IRS in attitude. PIC menyuruh kopilot untuk mengubah IRS ke posisi ATT (attitude).

06:56:57.9 Copilot will do sir. Baik

06:57:14.0 PIC enter into. Masukkan (?)

06:57:15.9 PIC still fail. Masih fail

06:57:17.6 Copilot fail

06:57:18.2 PIC yes there’s a fault. Select Attitude. Ya ini fault, pindahkan ke attitude (ATT)

06:57:26.1 Copilot IRS mode selector

06:57:28.3 PIC attitude left. Kiri, Attitude

06:57:29.3 Copilot left one, Kiri, satu

06:57:34.0 PIC after this, heading set, enter ya, (setelah ini heading set ya, masukin ya).

06:57:28.3, Setelah menanyakan apakah maksudnya IRS kiri, kopilot mengubah IRS. DFDR data menunjukkan bahwa IRS yang kanan yang diubah ke posisi ATT.

Mengubah IRS ke modus ATT mematikan autopilot dan pada pukul 06:57:36.0, suara peringatan bahwa auto autopilot dimatikan berbunyi selama 4 detik. Pesawat terbang lurus, pada ketinggian 35000 kaki, arah 070°. Tapi tidak ada diantara kedua penerbang yang kemudian menjaga arah pesawat selama 30 detik seperti yang diharuskan oleh QRH.

Sejak pukul 06:58:10.6 peringatan Bank Angle berbunyi 4 kali. Maksudnya pesawat terbang dalam keadaan miring lebih dari kemiringan normal. Pesawat mulai miring 35°, sedangkan maksimum dalam keadaan normal adalah 30°.

06:58:12 PIC Put it back on nav again, put it back on nav again (taro nav lagi taro nav lagi).

06:58:14 Copilot Yes.

06:58:15 PIC Put on nav again, put on nav again.(taro nav lagi taro nav lagi).

06:58:16 The Altitude Deviation alert sounded. Pesawat mulai meninggalkan ketinggian 35000 kaki

06:58:19 Copilot Nav. Maksudnya IRS telah dikembalikan dari posisi ATT ke posisi NAV.

06:58:20 PIC Don’t turn it! This is our heading. Jangan diputar, ini heading kita

06:58:58 Copilot Pull up! Pull up! Pull up! Pull up! Pull up! Pull up!. Tarik! 6 kali, maksudnya untuk menarik kemudi, karena pesawat meluncur turun dengan cepat.
06:59:05 suara buk, buk terekam (thump, thump)  


Bagian 6 Analisa
Ketika IRS Mode selector Unit diubah ke dari NAV ke ATT (Attitude) maka autopilot langsung tidak bekerja. Efek lain adalah kehilangan beberapa tampilan:
· Roll indication – Indikasi kemiringan
· Horizon scale – Gambar skala cakrawala
· Pitch scale – Skala naik atau turunnya hidung pesawat
· Sky/ground shading – warna pembeda langit dan daratan di instrumen pesawat
Juga beberapa fitur keamanan dari pesawat, tidak bekerja jika IRS dipindah ke ATT.

Berdasarkan informasi dari DFDR, data posisi pesawat (attitude) dari salah satu IRS adalah benar. Sayangnya awak pesawat sepertinya tidak menyadari, IRS mana yang masih bekerja dengan baik.

Sedangkan untuk kemiringan pesawat, salah satu alat yang bernama Ground Proximity Warning System (GPWS), menyediakan informasi dan peringatan. Alat inilah yang berbunyi Bank Angle secara terus menerus jika kemiringan pesawat tidak normal. GPWS sendiri menerima informasi dari IRU sebelah kiri. Pada waktu peringatan Bank Angle pertama kali berbunyi, pesawat miring ke kanan sebesar 35 derajat. Ini menunjukkan bahwa IRU kiri bekerja dengan normal dan memberikan informasi pada GPWS saat itu.

Selama penerbangan, autopilot menerbangkan pesawat dengan memberi koreksi kemiringan ke kiri. Biasanya ini terjadi karena ada angin dari sebelah kiri, jadi autopilot membalas dengan memberi koreksi kepada kemudi untuk membuat pesawat datar/ tidak miring. Sesaat sebelum autopilot mati, koreksi ini sekitar 5° kemiringan roda kemudi.

posisi normal pesawat pada waktu terbang lurus dan datar (straight and level)  

Pukul 06:57:36, autopilot mati, dan roda kemudi yang tadinya miring ke kiri 5° kembali ke posisi normal/ center. Karena tidak ada koreksi, maka pesawat dengan perlahan mulai miring ke kanan dengan rasio 1° per detik.

9 detik kemudian penerbang mengkoreksi kemiringan ini pada pukul 06:57:45, dan juga kemudian pada pukul 06:58:00. Tapi semua koreksi ini hanya sebentar, (mungkin karena keduanya sibuk dengan IRS), dan pesawat kembali miring ke kanan.
Peringatan BANK ANGLE, BANK ANGLE, BANK ANGLE, BANK ANGLE terjadi pada pukul 06:58:10.6 pada waktu pesawat mencapai kemiringan 35°. Kembali penerbang mengkoreksi mengembalikan arah pesawat ke kiri tapi setelah itu juga memberi input ke kanan yang memperburuk keadaan ( Lihat bagian analisa tentang spatial disorientation dan ilusi somatogyral).     Pesawat miring 35°

  Pada 06:58:23, roda kemudi digunakan seperlunya (sekitar 15°) oleh penerbang untuk membalas kemiringan pesawat, tapi kemudian kembali diikuti dengan roda kemudi yang bergerak ke kanan. Catatan: saat ini tanpa sadar pesawat sudah miring sekali dan turun dari ketinggian jelajah dengan hidung pesawat 5° ke bawah.

Kemudian penerbang mulai menarik roda kemudi untuk mengembalikan pesawat pada ketinggiannya, tapi saat itu pesawat sudah miring melewati 60°. Karena kondisi pesawat yang sudah miring ke kanan, maka menaikkan hidung pesawat bukanlah menaikkan pesawat tapi sama saja dengan berbelok ke kanan.

hidung pesawat sudah turun 5° dan kemiringan terus bertambah sampai 60°   Saat ini gaya yang diterima pesawat adalah 1.1 g (gaya gravitasi). Terbang dengan lurus dan tidak naik atau turun adalah 1 g. Jadi dengan terbang miring dengan 1.1 g, maka semua yang berada di pesawat hanya merasakan seperti terbang normal, tidak merasakan bahwa pesawat terbang dengan kemiringan. Untuk memudahkan, hal ini sama dengan naik motor dengan kecepatan tinggi dan berbelok dengan kemiringan yang cukup. Pengendara motor tidak akan jatuh dari motornya, biarpun motornya miring.

Kemudian hidung pesawat mulai turun dengan kecepatan 2,3° per detik dan akhirnya mencapai 60° ke bawah pada pukul 06:58:50. Kemudian sepertinya penerbang mencoba menaikkan hidung pesawat.

Isi CVR menunjukkan bahwa kedua penerbang sangat sibuk dan terpengaruh dalam trouble shooting, pencarian kesalahan. IRS bermasalah 13 menit terakhir dalam penerbangan Adam 574. 46 detik setelah autopilot mati, penerbang juga masih sibuk dengan trouble shooting, mencari IRS mana yang bermasalah. Bahkan setelah peringatan pertama dari sistem pesawat yang berbunyi BANK ANGLE, BANK ANGLE, pada pukul06:58:10.6, kedua awak pesawat tidak melakukan koreksi yang benar. Di buku manual dari Boeing disebutkan bahwa peringatan ini akan berbunyi pada saat pesawat melampaui kemiringan 35°, 40°, dan 45°. Bunyi peringatan ini akan hilang jika kemiringan pesawat dikurangi di bawah 30°.
Kemiringan mencapai 100°, saat ini semua orang dalam pesawat mungkin tidak menyadari apa yang terjadi.   Pesawat mencapai kemiringan maksimum 100° pada pukul 06:58:38. Pada saat itu, penerbang mengkoreksi untuk menaikkan pesawat berakibat pada gaya yang diterima pesawat mencapai 2g. Ilustrasi di bawah ini menggambarkan pesawat pada pukul 06:58:50, dimana penerbang masih belum sadar akan posisinya yang tidak normal karena mengalami ilusi somatogyral, dimana gerakan pesawat yang berbelok ke kanan, berputar membuat jalur spiral mengakibatkan perasaan bahwa pesawat dalam keadaan lurus dan datar (straight and level)
Gambar di atas adalah posisi pesawat sesaat sebelum kopilot sadar apa yang terjadi.     

Hidung pesawat turun sampai 60° dan kemiringan pesawat 100° dengan maksimum kecepatan meluncur ke bawah 53760 kaki per menit (983 km/jam), sementara normalnya adalah 2000-2500 kaki per menit.

06:58:58 Pada saat ini kopilot sadar apa yang terjadi dan berteriak, PULL! PULL! PULL! Beberapa kali. Penerbang terus mengurangi kemiringan sampai 42° dan pada saat yang bersamaan juga menaikkan hidung pesawat mengakibatkan gaya sampai 3g.

06:59:04 dengan kemiringan 32° pesawat mengalami 3.5g. Pada saat ini pesawat sudah melewati kecepatan maksimum Mach 0.82.

Bahkan sejak pukul 06:58:51, kecepatan pesawat sudah melampaui Mach 0.926, jauh lebih besar dari kemampuan badan pesawat untuk menanggung beban yang dirancang untuk menahan beban maksimum pada kecepatan Mach 0.89.

Pesawat dari ketinggian 35008 kaki turun ke 9920 kaki hanya dalam waktu 75 detik. Dengan rata-rata 20070 kaki per menit (fpm). Normalnya turun dari ketinggian tertentu adalah 1500-3000 fpm. Maksimum yang terekam adalah 53760 fpm.

Berikut data keadaan pada saat itu dibandingkan dengan keadaan normal dan maksimum yang dapat dilakukan pada pesawat Boeing 737.

Pesawat komersial dirancang untuk menanggung beban sampai dengan 2.5g pada waktu mencapai kecepatan yang disebut Mdive atau Vdive. Pada pesawat PK-KKW seharusnya Mdive adalah M 0.89 dan Vdive adalah 400 knots. Sedangkan pada Adam 574, kecepatan yang terjadi adalah M 0.926 dan 490 knots. Gaya g yang diterima pesawat pada saat itu adalah 3.5 g. Jauh melebihi kemampuan pesawat.

Pada waktu terdengar suara buk, buk (thump, thump) terjadi load reversal, dimana gaya yang diterima berbalik dari 3.5g menjadi 2.8g.Hal ini mengindikasikan bahwa pada saat inilah pesawat mulai terkoyak, terjadi kerusakan struktur pesawat. 20 detik sebelum suara tersebut terdengar, pesawat sudah dalam keadaan tidak dapat dikendalikan.

DFDR berhenti memberikan data pada ketinggian sekitar 9920 kaki.


Kebenaran data DFDR.

Dari tulisan di atas telah diketahui bahwa salah satu IRS bermasalah. Pada saat diputar ulang data posisi pesawat dari DFDR berbeda 56 mil laut dari data radar. Sehingga data posisi DFDR sebenarnya tidak benar. Tapi dengan mencocokkan data dari radar dan DFDR yang ada di dalam pesawat, akhirnya didapat data penerbangan yang bisa dipercaya. Alat bernama accelerometer yang berada di pesawat juga berperan untuk pencocokan data ini.

Data dari hasil olahan analisa, menunjukkan bahwa angin sangat tidak berpengaruh pada kecelakaan ini, bahkan dapat diabaikan. Hasil arah dan kecepatan angin dari perhitungan analisa tersebut sama dengan laporan cuaca dari bandar udara Hasanuddin di Makassar.

Analisa CVR

Rekaman CVR data mulai 06:28:30.
– 06:29:44 PIC mengatakan IRS 5 detik kemudian berkomentar perbedaannya 28. Ini menunjukkan bahwa PIC mulai menyadari masalah perbedaan jarak diantara kedua IRS.
– 29 menit sebelum pesawat lepas kendali, penumpang diberi pengumuman bahwa pesawat memasuki udara buruk dan harus kembali ke tempat duduk dan mengenakan sabuk pengaman.
– Setelah diijinkan terbang langsung ke DIOLA pada pukul 06:54:08, kedua penerbang menemukan masalah dan mencoba menentukan posisi mereka dari MKS (radio navigasi di Makassar).
– Selama masalah dengan alat navigasi kedua penerbang sudah tahu bahwa mereka keluar jalur dan bingung, tapi tidak memberi tahu ATC. Ketika mencoba memperbaiki masalah mereka membuat komentar antara lain: verify position, we can get lost if its like this; we will get lost then; crazy its crazy; this is really bad; the right (unintelligible word) direction; FMS; look at the FMS; the IRS is erroneous; but the fault must be illuminated captain; we can’t just turn off one of the IRS; it doesn’t seem we have it; there isn’t anything; that’s bad; now the left one is good, the right one is different, you
are kidding; whoa something is disengaged; this is messed up; yes this is already messed up; its starting to fly like a bamboo ship; we are wrong; do you see its messed up; the EFIS and FMS are messed up; the FMS is confusing himself that’s crazy; put the IRS in attitude; fail; fail; yes there’s a fault.


Bagaimana seharusnya?
Bagian ini lebih ditujukan pada penerbang pesawat komersial. Pembahasan akan lebih banyak mengenai hal yang tidak dilakukan oleh penerbang Adam 574. Hal ini dikenal dengan Human Factor, faktor manusia. Faktor manusiawi bahwa penerbang adalah manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan dapat dikurangi dengan mengetahui batasan-batasan kemampuan manusia dan mempelajari kesalahan penerbang lain. Semua teori di bawah ini adalah pelajaran wajib bagi penerbang, yang diharapkan dapat mengingatkan penerbang. Kecelakaan ini memberi pelajaran yang sangat berharga dan mahal. Pembaca yang awam dengan dunia penerbangan dapat membaca bagian ini sebagai tambahan pengetahuan.

Standby Indicator dan Head Up policy
Pada saat terjadi masalah seperti yang dihadapi oleh Adam 574, penerbang dapat melihat indikator standby yang terdapat di pesawat. Awak Adam 574 terlalu sibuk dengan IRS sehingga tidak memperhatikan arah penerbangan sebenarnya.
Hampir semua maskapai penerbangan membuat Head Up Policy, kebijakan yang tidak membolehkan kedua penerbang untuk memperbaiki kesalahan. Salah satu harus mengendalikan pesawat (head up, tidak melihat pada panel yang rusak) dan sayangnya hal ini mungkin tidak tertulis, ataupun jika tertulis, tidak dimasyarakatkan pada para penerbangnya.

Crew Resource Management
Percakapan kedua penerbang sebelum autopilot mati, menunjukkan kurangnya kordinasi antara 2 penerbang, Kopilot tidak memberi tahu PIC bahwa dia mematikan IRS sebelah kanan, padahal PIC memerintahkan untuk mematikan IRS sebelah kiri. Dari rekaman CVR diambil kesimpulan bahwa kedua penerbang mencoba untuk tidak beradu pendapat, mencoba untuk membuat situasi yang rileks, tidak stress. Malah komentar keduanya pada waktu mencari dan memperbaiki kesalahan IRS dilakukan dengan cara tidak serius. Hal ini mengakibatkan komunikasi yang tidak efektif antara PIC dan kopilot.

Juga terjadi distraction, keadaan terganggu, PIC yang seharusnya berkonsentrasi menerbangkan pesawat mungkin mencoba membantu kopilot untuk menyelesaikan masalah. Hasilnya tidak ada seorangpun yang memantau keadaan pesawat pada waktu itu.

Situational Awareness
Dalam laporan KNKT dibahas tentang situational awareness (SA) ini dengan cukup mendalam. Intinya SA adalah kewaspadaan penerbang pada apa yang terjadi saat ini (SA level 1). Pada level 2 SA penerbang tahu dan waspada dengan apa yang sudah terjadi dan pada level berikutnya (SA level 3) penerbang bisa menilai apa yang akan terjadi dengan kejadian yang dialami.

Spatial disorientation
Indera perasa manusia untuk mengenali kemiringan berada di dalam kepala yang dikenal dengan sistem vestibular atau lebih khusus semi-circular canal. Sistem ini memberi tahu otak sebagai informasi untuk keseimbangan. Jika orang sakit atau mabuk sampai terganggu sistem vestibular ini, maka dia akan berjalan sempoyongan.

Tapi ada keterbatasan dalam indera perasa keseimbangan ini. Perasaan bisa tertipu dengan keadaan sebenarnya. Seperti contoh pengendara motor yang tidak jatuh pada waktu berbelok miring dengan kecepatan yang tinggi, maka penerbang dan mungkin seluruh yang ada di pesawat PK-KKW tidak sadar bahwa pesawat dalam keadaan miring yang tidak normal.

Penerbang dilatih untuk tidak menerbangkan pesawat dengan indera perasanya, tapi percaya pada indikasi yang diberikan oleh instrumen pesawat. Pada saat itu, karena kesibukannya menyelesaikan masalah IRS, kedua penerbang mengalami spatial disorientation, mungkin tidak memeriksa instrumen pesawat dan secara tidak sadar hanya mengikuti indera perasanya. Di bawah ini dijelaskan secara singkat 2 buah keadaan ilusi yang dapat menyebabkan spatial disorientation.

Somatogyral illusion
Ilusi ini juga disebut graveyard spin, atau graveyard spiral. Jika kita memasuki putaran spiral, maka awalnya sistem vestibular akan mengenali bahwa kita berbelok. Itulah sebabnya penerbang Adam 574 mengkoreksi sedikit kemiringan pesawat. Karena kemiringan dan manuver spiral pesawat menjadi konstan, maka sistem vestibular tidak mampu merasakan putaran spiral ini. Hal ini terjadi hanya dalam waktu 10 detik.

Akibatnya penerbang tidak merasakan bahwa pesawat sudah berbelok dan turun dengan kecepatan yang tinggi. Bahkan sebaliknya, jika putaran spiral ini dikoreksi, maka akan ada perasaan bahwa kita berada pada keadaan miring di arah yang sebaliknya. Pada kasus ini ketika ada peringatan Bank Angle, penerbang mengurangi kemiringan dengan membelokkan ke kiri dan memberi ilusi bahwa pesawat jadi miring ke kiri. Padahal pesawat masih miring ke kanan, dan penerbang malah menambahkan kemiringan ke kanan untuk “memperbaiki” keadaan.

Somatogravic illusion
Dalam keadaan tertentu, manusia tidak dapat membedakan posisi dirinya terhadap bumi. Hasilnya adalah sama dengan ilusi yang lain, yang menyebabkan penerbang tidak menyadari bahwa dirinya tidak dalam keadaan normal dari segi posisi, seperti kemiringan, akselerasi dan lain lain. Contohnya jika pesawat menambah kecepatan (berakselerasi) maka orang yang ada di pesawat dapat merasakan seolah-olah pesawat sedang menanjak. Sebaliknya jika kecepatan dikurangi maka orang yang ada di pesawat akan merasa pesawat turun dari ketinggiannya.

Sebuah buku ini tidak cukup untuk membahas semua faktor manusia yang mempengaruhi keselamatan penerbangan. Untuk lebih jelasnya anda dapat mencari di Internet menggunakan mesin pencari seperti Google atau Yahoo dengan kata kunci seperti spatial disorientation, somatogyral dan somatogravic illusion dan lain lain. Banyak informasi yang bisa anda dapatkan dari Internet.