Pesawat kesamber gledek..? hiyy.. Pasti sudah sering dengar, tapi tak pernah terbayang saya akan mengalaminya sendiri. Ceritanya hari ini saya harus deadheading ke Osaka. Sering juga disebut positioning, menjadi penumpang untuk kemudian aktif bertugas dari satu tempat di luar base station. Dalam hal ini Osaka di Jepang. Membayangkan lama terbang yang sekitar 9 jam membuat saya agak malas, tapi apa boleh buat, tugas harus dijalankan. Sembilan jam perjalanan tersebut sudah dibantu oleh tailwind (angin dari arah belakang pesawat), jadi kembalinya pasti akan mendapat headwind (angin dari arah depan pesawat) sehingga biasanya penerbangan kembali akan memakan waktu lebih dari 11 jam. Membayangkannya saja sudah pegal, sepertinya ini bagian dari pekerjaan penerbang yang sering tidak diketahui orang.
Penerbangan akan berangkat pukul 0025, jadi saya usahakan untuk tidak tidur seharian. Rencananya mau tidur di pesawat. Hari itu saya mengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan untuk tetap bangun.
Malamnya pukul 22:00, dengan diantar mantan pacar, saya sampai di Flight Operations. Selanjutnya adalah acara ritual normal seperti biasa: check in di komputer (absensi), ambil tiket dan semua dokumen yang dibutuhkan. Dokumen yang dibutuhkan untuk tugas seperti ini selain paspor adalah General Declaration yang berisi daftar awak pesawat yang ikut bertugas dalam penerbangan baik beroperasi ataupun tidak. Maksudnya tidak beroperasi adalah seperti saya saat ini, menjadi penumpang tapi merupakan bagian dari awak yang bertugas.
Malamnya pukul 22:00, dengan diantar mantan pacar, saya sampai di Flight Operations. Selanjutnya adalah acara ritual normal seperti biasa: check in di komputer (absensi), ambil tiket dan semua dokumen yang dibutuhkan. Dokumen yang dibutuhkan untuk tugas seperti ini selain paspor adalah General Declaration yang berisi daftar awak pesawat yang ikut bertugas dalam penerbangan baik beroperasi ataupun tidak. Maksudnya tidak beroperasi adalah seperti saya saat ini, menjadi penumpang tapi merupakan bagian dari awak yang bertugas.
Dari situ saya ke terminal keberangkatan, melakukan hal yang sama dengan penumpang lain: check in, lewat imigrasi dan akhirnya di area Duty Free. Ternyata jam baru menunjukkan pukul 22:20, wah, masih lebih dari dua jam lagi waktu keberangkatan, saya datang terlalu cepat.
Setelah bosan jalan-jalan di Duty Free Shop, saya cari tempat duduk di depan boarding gate, pintu masuk ke penerbangan. Seperti biasa banyak orang yang menoleh pada saya, karena saya berseragam lengkap. Mungkin mereka berpikir, "kenapa ni pilot sendirian, mungkin ketinggalan pesawatnya?". Atau "mana kru yang lain? ketinggalan?". Tapi saya biasa dengan tatapan seperti itu, jadi saya mulai membuka laptop saya karena ada hotspot di terminal. Browsing sana-sini, buka email, cari info, baca koran online Indonesia, akhirnya boarding time.. hore.. sebentar lagi bisa tidur..
Tidak ada jetway/garbarata di terminal ini, jadi saya dan penumpang lain harus naik bus ke pesawat. Di pesawat saya menaruh koper yang biasa disebut Nav Bag karena pada jaman dahulu isinya adalah alat-alat navigasi berupa peta penerbangan, pinsil, plotter (penggaris untuk menghitung jarak), dll. Tapi saat ini koper tersebut berisi semua dokumen, logbook, telepon genggam dan semua alat yang saya butuhkan untuk ilmuterbang.com: laptop, kamera, external harddisk, beserta seluruh chargernya.
Setelah ke kokpit dan menyalami 3 orang pilot yang bertugas, saya kembali ke tempat duduk saya di Bussiness Class. Kenapa 3 orang yang ada di kokpit? Normalnya pesawat bisa diawaki hanya 2 orang pilot saja. Tapi maksimum waktu bertugas untuk 2 pilot dibatasi, misalnya dalam hal tugas kami ini adalah 9 jam. Karena perjalanan yang cukup panjang dan lebih dari 9 jam, peraturan mengharuskan 1 pilot tambahan yang ada di kokpit untuk menambah panjang waktu tugas yang dibolehkan.
Bahkan untuk perjalanan kembali, penerbangan menempuh lebih dari 12 jam, jadi diperlukan 2 set awak kokpit (4 orang). Satu set (2 orang) akan menerbangkan pesawat untuk lepas landas dan mendarat, sedangkan 2 orang lagi akan menggantikan kedua orang pertama di atas, dalam penerbangan. Saya adalah anggota set kedua yang akan terbang sebagai pilot pengganti (inflight relief pilot). Jabatan saya sebagai inflight relief pilot sering juga di sebut Cruise Captain di perusahaan lain karena hanya bertugas pada saat menjelajah (cruise).
Akhirnya pesawat lepas landas. Setelah tanda mengenakan sabuk pengaman dimatikan, saya menurunkan sandaran kursi saya ke posisi tidur. Enaknya kursi di bussiness class ini, penumpang dapat menurunkan sandaran kursi sampai hampir 180 derajat untuk tidur. Awak kabin mulai menyiapkan santapan makan malam untuk penumpang, sementara saya sudah berada di awang-awang dengan mimpi saya, karena saya sudah makan di rumah.
Hampir sampai
Tak terasa, saya tidur selama kurang lebih 7 jam, dan pada saat bangun, awak kabin sedang menyiapkan makan pagi. Dua jam lagi kami sampai dan waktu di Osaka menunjukkan pukul 14 waktu setempat. Jangan bingung dengan keberangkatan pukul 00:25, 9 jam penerbangan tapi sudah pukul 14 belum sampai juga. Karena ada perbedaan waktu 6 jam antara kota keberangkatan dengan kota tujuan.
Setelah makan pagi selesai, awak kabin menyiapkan kabin untuk pendaratan. Semua penumpang sudah segar dan kenyang. Semua jendela sudah dibuka. Pesawat mulai turun dari ketinggian jelajah, dan jelas terlihat dari jendela kami memasuki awan putih pekat. Tapi hanya ada guncangan sedikit yang normal.
Tiba-tiba, saya merasakan kilatan cahaya disertai ledakan yang cukup keras. Semua yang ada dalam kabin pesawat terperanjat. Butuh beberapa waktu untuk menyadari bahwa itu adalah petir. Saya tidak tahu apakah petir itu menyambar di dekat pesawat atau bahkan menyambar pesawatnya sendiri. Pada saat itu lampu kabin pun berkedip, menandakan electrical failure (kegagalan kelistrikan) tapi dalam satu detik sudah menyala kembali.
Seorang pramugara berkebangsaan Jepang yang duduk di depan saya bertanya dengan gugup "What was that? was that lightning? was that dangerous?" Saya hanya mengiyakan bahwa itu adalah petir dan menggeleng dengan tersenyum memberi tahu bahwa hal itu tidak berbahaya untuk menenangkan awak kabin tersebut. Padahal, jantung saya masih berdegup dengan keras dan masih menunggu apakah ada suara-suara aneh, bau asap, atau tanda-tanda adanya api. Tapi suara mesin masih normal, dan kalau ada kegagalan kelistrikan, lampu di kabin akan mati dan digantikan oleh lampu darurat penunjuk jalan ke pintu darurat.
Semua berjalan normal, sampai kami mendarat dengan selamat di Kansai International Airport di Osaka. Setelah semua penumpang keluar, saya masuk ke kokpit dan bertanya apa yang terjadi. Ternyata benar, yang terjadi tadi adalah Lightning Strike. Pesawat kena petir. Tapi mereka belum tahu apakah ada kerusakan di pesawat.
Teknisi dari Air France yang disewa oleh maskapai penerbangan kami segera melakukan Walk Around Check, memeriksa pesawat dengan berjalan mengelilingi pesawat. Hasilnya, dia menemukan 4 lubang di badan pesawat. Kurang lebih berada di posisi sekitar bawah kursi tempat saya duduk. Pantas saya merasakan kilatan dan suaranya yang keras.
Penerbangan berikutnya dibatalkan, penumpang dipindahkan ke maskapai lain. Pesawat di grounded, tidak boleh terbang sampai pemeriksaan selesai. Butuh waktu semalaman bagi departemen pemeliharaan untuk berkordinasi dengan engineer di Osaka dan pabrik pesawat untuk menentukan efek dari kerusakan yang terjadi.
Besoknya saya mendengar dari engineer bahwa lubang sudah ditambal dan pesawat diterbangkan pulang untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Lightning strike
Meskipun tidak normal tapi pernah terjadi sebuah pesawat meledak karena tersambar petir di Wuhan, China. Sebenarnya pesawat sering sekali tersambar petir. Menurut statistik, pesawat tersambar petir satu kali dalam setiap 3000 jam terbang. Kalau sebuah pesawat terbang rata-rata kurang lebih 10 jam sehari maka setiap sekitar sekali setahun, pesawat tersebut pernah kena petir sekali. Biasanya petir menyambar di ujung sayap, hidung pesawat dan ekor.
Pesawat harus dapat menahan 200 ribu ampere listrik untuk lulus sertifikasi laik terbang, sedangkan sebuah loncatan petir rata-rata memberikan 30 ribu ampere. Sedangkan struktur pesawat yang terbuat dari aluminium atau carbon fibre, cukup aman untuk menahan sambaran petir dan melindungi tangki bahan bakar karena biasanya petir hanya "melewati pesawat".
Setelah bosan jalan-jalan di Duty Free Shop, saya cari tempat duduk di depan boarding gate, pintu masuk ke penerbangan. Seperti biasa banyak orang yang menoleh pada saya, karena saya berseragam lengkap. Mungkin mereka berpikir, "kenapa ni pilot sendirian, mungkin ketinggalan pesawatnya?". Atau "mana kru yang lain? ketinggalan?". Tapi saya biasa dengan tatapan seperti itu, jadi saya mulai membuka laptop saya karena ada hotspot di terminal. Browsing sana-sini, buka email, cari info, baca koran online Indonesia, akhirnya boarding time.. hore.. sebentar lagi bisa tidur..
Tidak ada jetway/garbarata di terminal ini, jadi saya dan penumpang lain harus naik bus ke pesawat. Di pesawat saya menaruh koper yang biasa disebut Nav Bag karena pada jaman dahulu isinya adalah alat-alat navigasi berupa peta penerbangan, pinsil, plotter (penggaris untuk menghitung jarak), dll. Tapi saat ini koper tersebut berisi semua dokumen, logbook, telepon genggam dan semua alat yang saya butuhkan untuk ilmuterbang.com: laptop, kamera, external harddisk, beserta seluruh chargernya.
Setelah ke kokpit dan menyalami 3 orang pilot yang bertugas, saya kembali ke tempat duduk saya di Bussiness Class. Kenapa 3 orang yang ada di kokpit? Normalnya pesawat bisa diawaki hanya 2 orang pilot saja. Tapi maksimum waktu bertugas untuk 2 pilot dibatasi, misalnya dalam hal tugas kami ini adalah 9 jam. Karena perjalanan yang cukup panjang dan lebih dari 9 jam, peraturan mengharuskan 1 pilot tambahan yang ada di kokpit untuk menambah panjang waktu tugas yang dibolehkan.
Bahkan untuk perjalanan kembali, penerbangan menempuh lebih dari 12 jam, jadi diperlukan 2 set awak kokpit (4 orang). Satu set (2 orang) akan menerbangkan pesawat untuk lepas landas dan mendarat, sedangkan 2 orang lagi akan menggantikan kedua orang pertama di atas, dalam penerbangan. Saya adalah anggota set kedua yang akan terbang sebagai pilot pengganti (inflight relief pilot). Jabatan saya sebagai inflight relief pilot sering juga di sebut Cruise Captain di perusahaan lain karena hanya bertugas pada saat menjelajah (cruise).
Akhirnya pesawat lepas landas. Setelah tanda mengenakan sabuk pengaman dimatikan, saya menurunkan sandaran kursi saya ke posisi tidur. Enaknya kursi di bussiness class ini, penumpang dapat menurunkan sandaran kursi sampai hampir 180 derajat untuk tidur. Awak kabin mulai menyiapkan santapan makan malam untuk penumpang, sementara saya sudah berada di awang-awang dengan mimpi saya, karena saya sudah makan di rumah.
Hampir sampai
Tak terasa, saya tidur selama kurang lebih 7 jam, dan pada saat bangun, awak kabin sedang menyiapkan makan pagi. Dua jam lagi kami sampai dan waktu di Osaka menunjukkan pukul 14 waktu setempat. Jangan bingung dengan keberangkatan pukul 00:25, 9 jam penerbangan tapi sudah pukul 14 belum sampai juga. Karena ada perbedaan waktu 6 jam antara kota keberangkatan dengan kota tujuan.
Setelah makan pagi selesai, awak kabin menyiapkan kabin untuk pendaratan. Semua penumpang sudah segar dan kenyang. Semua jendela sudah dibuka. Pesawat mulai turun dari ketinggian jelajah, dan jelas terlihat dari jendela kami memasuki awan putih pekat. Tapi hanya ada guncangan sedikit yang normal.
Tiba-tiba, saya merasakan kilatan cahaya disertai ledakan yang cukup keras. Semua yang ada dalam kabin pesawat terperanjat. Butuh beberapa waktu untuk menyadari bahwa itu adalah petir. Saya tidak tahu apakah petir itu menyambar di dekat pesawat atau bahkan menyambar pesawatnya sendiri. Pada saat itu lampu kabin pun berkedip, menandakan electrical failure (kegagalan kelistrikan) tapi dalam satu detik sudah menyala kembali.
Seorang pramugara berkebangsaan Jepang yang duduk di depan saya bertanya dengan gugup "What was that? was that lightning? was that dangerous?" Saya hanya mengiyakan bahwa itu adalah petir dan menggeleng dengan tersenyum memberi tahu bahwa hal itu tidak berbahaya untuk menenangkan awak kabin tersebut. Padahal, jantung saya masih berdegup dengan keras dan masih menunggu apakah ada suara-suara aneh, bau asap, atau tanda-tanda adanya api. Tapi suara mesin masih normal, dan kalau ada kegagalan kelistrikan, lampu di kabin akan mati dan digantikan oleh lampu darurat penunjuk jalan ke pintu darurat.
Semua berjalan normal, sampai kami mendarat dengan selamat di Kansai International Airport di Osaka. Setelah semua penumpang keluar, saya masuk ke kokpit dan bertanya apa yang terjadi. Ternyata benar, yang terjadi tadi adalah Lightning Strike. Pesawat kena petir. Tapi mereka belum tahu apakah ada kerusakan di pesawat.
Teknisi dari Air France yang disewa oleh maskapai penerbangan kami segera melakukan Walk Around Check, memeriksa pesawat dengan berjalan mengelilingi pesawat. Hasilnya, dia menemukan 4 lubang di badan pesawat. Kurang lebih berada di posisi sekitar bawah kursi tempat saya duduk. Pantas saya merasakan kilatan dan suaranya yang keras.
Penerbangan berikutnya dibatalkan, penumpang dipindahkan ke maskapai lain. Pesawat di grounded, tidak boleh terbang sampai pemeriksaan selesai. Butuh waktu semalaman bagi departemen pemeliharaan untuk berkordinasi dengan engineer di Osaka dan pabrik pesawat untuk menentukan efek dari kerusakan yang terjadi.
Besoknya saya mendengar dari engineer bahwa lubang sudah ditambal dan pesawat diterbangkan pulang untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Lightning strike
Meskipun tidak normal tapi pernah terjadi sebuah pesawat meledak karena tersambar petir di Wuhan, China. Sebenarnya pesawat sering sekali tersambar petir. Menurut statistik, pesawat tersambar petir satu kali dalam setiap 3000 jam terbang. Kalau sebuah pesawat terbang rata-rata kurang lebih 10 jam sehari maka setiap sekitar sekali setahun, pesawat tersebut pernah kena petir sekali. Biasanya petir menyambar di ujung sayap, hidung pesawat dan ekor.
Pesawat harus dapat menahan 200 ribu ampere listrik untuk lulus sertifikasi laik terbang, sedangkan sebuah loncatan petir rata-rata memberikan 30 ribu ampere. Sedangkan struktur pesawat yang terbuat dari aluminium atau carbon fibre, cukup aman untuk menahan sambaran petir dan melindungi tangki bahan bakar karena biasanya petir hanya "melewati pesawat".
Di ujung-ujung sayap dan sirip pesawat biasanya dipasang benda-benda mirip antena kecil untuk melepas muatan listrik statis yang ada di pesawat juga akibat sambaran petir.
Lebih jauh tentang petir
Anda dapat mencari beberapa video tentang petir yang menyambar pesawat di website video youtube.com dengan kata kunci "lightning strike plane". Ada beberapa video yang dengan jelas memperlihatkan sebuah pesawat terkena petir.
Untuk mempelajari tentang petir, anda dapat juga melihat di Online School for Weather di website National Weather Service milik pemerintah USA di: