Sudah sebulan mpok Nunung jualan pecel. Pelanggan yang datang makin hari malah makin sedikit. Mpok Nunung tidak tahu kenapa. Diam-diam ada yang rajin bertanya pada mantan pelanggan kenapa tidak mau datang lagi padahal pecelnya enak.

Berikut beberapa jawabannya:

  1. Tempatnya kotor
  2. Minta pakai 1 cabe dan 3 cabe sama pedasnya. Atau kebalikannya kalau minta "pedas sedang" mpok Nunung akan memberi 2 cabe sedangkan kalau pembantunya yang membuat akan memberi 3 cabe.
  3. Anaknya si Suleh yang membantu selalu merengut waktu melayani pelanggan.
  4. Porsinya tidak baku, kadang banyak, kadang sedikit tergantung siapa yang buat, anak mpok Nunung, pembantu mpok Nunung atau mpok Nunungnya sendiri.
  5. Mutu sayurannya kadang segar, kadang layu dan lembek. Mpok Nunung selalu menyalahkan tukang sayur yang memasok sayurnya.

Berbeda dengan pecel mpok nDut. Warung pecelnya selalu laris pengunjung, karena murah meriah. Pengunjung tidak peduli tempat yang agak kotor karena pecelnya sudah murah, porsinya banyak pula. Khas pelanggan Indonesia yang kurang peduli mutu yang penting murah. Suatu saat warung pecel mpok nDut ditutup aparat karena laporan pelanggannya yang pada hari itu semua kena diare dan harus masuk rumah sakit.

Kedua contoh di atas adalah sebuah proses tanpa sistem manajemen mutu yang baik. Produk enak tidak berhasil jika tidak dibarengi dengan kemampuan untuk memberikan sesuai yang diinginkan pelanggan. Coba anda datang ke sebuah restoran waralaba di manapun. Jika anda memesan sepiring mie ayam, maka porsi, rasa dan mutu yang diberikan sama, padahal anda memesan di beberapa kota yang berbeda.

Jika belajar pada restoran waralaba tersebut maka mpok Nunung harusnya bisa mendapatkan kembali pelanggannya. Gimana caranya?

Kebijakan Mutu

Pertama mpok Nunung harus menetapkan seperti apa produk yang ingin dibawa ke pelanggan. Semua tahu produknya adalah pecel, tapi pecel yang seperti apa. Sebagai kepala organisasi mpok Nunung bisa menetapkan porsi pecel, mutu bahan yang digunakan, cara melayani pelanggan, dan kebijakan lainnya. Dalam kebijakan ini mpok Nunung harus menetapkan siapa yang harus belanja dan berapa uang modal yang akan dipakai.

Kebijakan mpok Nunung ini harus dikomunikasikan ke semua anggota warung, tanpa kecuali. Percuma kan kalau mpok Nunung punya kebijakan yang bagus tapi hanya disebutkan dalam hati, atau dalam spanduk di luar warung padahal pembantunya tidak bisa baca.

Sasaran mutu

Mutu yang sudah ditetapkan oleh mpok Nunung ternyata belum lengkap. Dia harus menjabarkannya lagi ke dalam besaran yang terukur. Mpok Nunung sudah menetapkan bahwa setiap hari si Suleh harus ke pasar membeli bahan pecel yang bermutu. Modalnya pun cukup. Ternyata si Suleh kadang pergi ke pasar jam 6 pagi, kadang jam 11 pagi, kadang jam 2 siang dengan alasan hujan. Ternyata kebijakan mpok Nunung belum punya sasaran yang terukur. Akhirnya mpok Nunung menetapkan sasaran belanja adalah jam 6 pagi. Besaran angka ini bisa menjadi sasaran mutu yang terukur.

Mpok Nunung sekarang juga punya sasaran, dengan belanja 300 ribu rupiah setiap hari, harus ada pemasukan 500 ribu rupiah. Jumlah pelanggan yang beli pecel harus mencapai jumlah minimumnya.

Sasaran lainnya adalah para pembuat pecel. Semua yang bertugas membuat pecel harus punya keahlian yang sama. Hari Jum'at besok semua akan latihan bikin pecel sama-sama dengan membawa cobek/ulekan sendiri-sendiri. Kalau ada pelanggan minta pecel dengan pedas sedang maka artinya 1 butir cabe rawit, pedas 2 cabe rawit dan sangat pedas 3 cabe rawit. Training untuk mencapai kompetensi mulai dilakukan.

Tinjauan mutu

Mulai minggu ini mpok Nunung mulai menulis jumlah pelanggan yang datang, bertanya pada pelanggan apa yang diperlukan, bertanya apakah pecelnya sudah memenuhi selera pelanggan dan bertanya apa yang bisa dibuat untuk memenuhi selera pelanggan.

Mpok Nunung mulai juga bertanya pada anak buahnya, kesulitan apa yang dihadapi sehari-hari dan meminta mereka menuliskannya untuk dibahas setiap hari dan setiap minggu.

Kegiatan baru ini menghasilkan umpan balik yang bisa ditindak lanjuti. Ada pelanggan yang bilang pecelnya terlalu pedas maka pecelnya diganti baru (langkah koreksi/corrective action). Setelah diteliti ternyata cabe dari penjual X lebih pedas dari penjual Y, maka selanjutnya akan beli cabe hanya dari penjual Y (langkah pencegahan/preventive action) sampai ditemukan penjual lainnya yang punya cabe sejenis dengan Y.

Anak buah mpok Nunung mulai ceria karena laporan mereka selalu ditindak lanjuti, just culture.

Kadang pada saat anak buahnya yang membuat pecel, mpok Nunung ikut di sana meng-audit, memperhatikan dan memperbaiki yang salah (non-conformity). 

Peningkatan mutu ini berlanjut terus-menerus dengan peran semua orang yang terlibat. Continual improvement.

Sepenggal cerita di atas adalah implementasi dari sistem manajemen yang sangat-sangat sederhana untuk memberi gambaran kenapa sebuah sistem harus diterapkan di sebuah organisasi bahkan untuk organisasi sekecil warung mpok Nunung.

Tulisan ini hanyalah sebuah ilustrasi kecil untuk adik-adik yang sedang belajar apa itu SMS. Tidak layak rasanya membandingkan sebuah organisasi penerbangan dengan sebuah warung pecel, tapi sebuah organisasi penerbangan apakah itu ATS, maskapai ataupun pengelola bandar udara, dan operator penerbangan lainnya, semuanya punya satu kesamaan produk: Keselamatan/safety. Dalam sebuah organisasi penerbangan, kata mutu di atas diganti dengan kata keselamatan. Kebijakan keselamatan, tinjauan keselamatan dan lainnya.

Maka jika kita buat sebuah proses bisnis dari mulai produk direncanakan, dibuat/dikerjakan dan ditawarkan pada pelanggan, ada beberapa proses di atas yang harus dijalankan untuk memenuhi kepuasan pelanggan baik pemakai jasa yang kita kerjakan ataupun untuk memenuhi aturan penerbangan. Sekali lagi pelanggan dari sebuah organisasi penerbangan adalah stake holder (bukan share holder saja) yaitu semua yang terlibat dalam penerbangan termasuk lingkungan sekitar, dan juga peraturan penerbangan.

Kata-kata yang dimiringkan adalah beberapa kata kunci dalam sistem manajemen keselamatan. Safety Management System.