Sewaktu saya di sekolah dasar puluhan tahun yang lalu, satu-satunya kota di negara Filipina yang dikenalkan di buku-buku hanyalah kota Manila. Padahal ada kota-kota lain yang lebih dikenal oleh bangsa lain terutama dari Amerika Serikat dan Korea. Salah satu kota ini adalah Cebu.

Cebu berada di sebelah selatan negara Filipina, dekat dengan bagian utara pulau Sulawesi. Mayoritas penduduknya beragama Nasrani, ada juga minoritas muslim.

Filipina yang pernah diduduki oleh Amerika Serikat pada awal abad ini menyebabkan mayoritas penduduknya mengerti bahasa Inggris atau minimal bahasanya bercampur dengan bahasa Inggris.

Amerika Serikat pun memiliki markas militernya di Filipina. Sehingga orang “bule” berkeliaran di sekitar kota adalah pemandangan yang biasa. Bagaimana dengan bangsa Korea yang banyak terlihat di kota ini? Ternyata Cebu merupakan tempat kursus bahasa Inggris yang terjangkau bagi mereka. Restoran Korea bertebaran di seluruh kota. Bahkan papan spanduk panti pijat pun berbahasa Korea.

Demikian sedikit tentang kota Cebu yang menjadi tujuan penerbangan kita kali ini.

Turun dari ketinggian jelajah

Pada waktu kami turun dari ketinggian jelajah, awan besar CB (Cumulo Nimbus) yang berisi thunderstorm menyambut kami. Awan hujan dan thunderstorm yang menjadi ciri iklim tropis ini mengingatkan saya pada keadaan cuaca di tanah air kita.

Ada sedikit perbedaan musim dengan Indonesia. Di Filipina ini yang letaknya di sebelah utara negara kita ini memiliki musim hujan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober. Musim kering dari bulan November sampai Februari. Tapi musim keringnya biasanya lebih dingin. Jadi pada musim kemarau, suhunya lebih dingin dari pada waktu musim hujan.

Setelah mendapatkan radar contact (terlihat di radar ATC), kami dipandu untuk mendarat di belakang sebuah Airbus A320 dan Dash 8, ke landasan pacu 22.

Berlatih terbang

Hari berikutnya, kami mengunjungi sebuah sekolah penerbang yang bernama Aviatour di Bandar udara Mactan, Cebu ini. Sekolah ini memiliki sekitar 100 orang siswa dan 20 orang diantaranya adalah siswa dari Indonesia.

Yang menarik dalam kunjungan ke sekolah penerbangan, ilmuterbang.com diberikan kesempatan untuk mengikuti sebuah penerbangan latihan yang dilakukan oleh seorang siswa asal Indonesia, Yushandi.

 

Siswa Indonesia di Flying School

Kami diberitahu oleh pihak sekolah untuk datang sebelum pukul 8 untuk melakukan penerbangan. Yushandi sendiri sudah datang sekitar jam 6 pagi untuk menyiapkan penerbangan. Flight plan yang berisi awak pesawat dan penumpangnya sudah dibuat.

Pesawat sudah diperiksa oleh mekanik dan siswa penerbang. Pesawat yang digunakan adalah Cessna 172 yang berisi empat kursi termasuk kursi penerbang. Pesawat yang digunakan bukanlah pesawat yang termasuk baru. Sayang kami lupa menanyakan tahun berapa pesawat tersebut diproduksi. Sedikit tentang Cessna 172 ini, pesawat ini sangat populer digunakan sebagai pesawat latih karena pengemudiannya yang relatif lebih mudah dibanding pesawat lain. Kepopulerannya juga membuat pesawat ini lebih murah dalam hal pemeliharaannya.

Hampir semua sekolah penerbang di Indonesia saat ini menggunakan Cessna 172 atau Cessna 152 yang lebih kecil dengan hanya dua kursi. Perkecualian adalah sekolah penerbang STPI Curug yang menggunakan pesawat Tobago dan Beechcraft Sundowner yang baru-baru ini jatuh di kabupaten Bogor.

Tipe pesawat tidak menentukan keamanan sebuah sekolah. Prosedur dan pelaksanaan program pemeliharaan lebih memegang peranan dalam hal ini. Sekolah penerbang yang dijalani penulis menggunakan pesawat Piper Tomahawk, dan memiliki daftar kecelakaan yang sangat kecil. Selama penulis bersekolah di sana, sebuah pesawat crash dengan siswanya selamat, dan kecelakaan itu adalah murni kesalahan siswa yang tidak menjalankan prosedur.

Setelah selesai memeriksa bagian pesawat, pukul 8 lewat sedikit, kami mulai naik pesawat. Di dampingi seorang instruktur di kursi depan, Yushandi mulai membaca preflight check list. Penulis dan seorang siswa lain, Ari, duduk di belakang.

Semua prosedur dijalankan oleh Yushandi, sampai mesin dinyalakan dan kami mulai taxi out, berjalan di taxiway untuk ke landasan pacu.

Briefing pada penumpang

Ada satu hal yang kami rasa kurang dan sepertinya tidak diajarkan oleh sekolah ini. Setiap siswa penerbang terutama penerbang komersial harus memberikan briefing pada penumpangnya jika terjadi keadaan darurat.

Briefing ini biasanya berisi tentang penerbangan tersebut jika penumpangnya adalah penerbang juga, dan berisi cara memakai/melepas sabuk pengaman dan keluar dari pesawat jika terjadi keadaan darurat.

Contoh briefing jika penumpangnya adalah penerbang:

“ I will fly the aircraft, we will use runway 22, in case of reject take off or emergency, when the aircraft is FULLY STOPPED, you can evacuate through right door and disembark to the rear side of the aircraft about 50 meters away.

After take off we will climb to 1500 feet and go direct to training area.... bla..bla...blaa...dan seterusnya menerangkan latihan apa yang akan dikerjakan”

Jika penumpangnya adalah penumpang biasa, maka briefingnya berisi cara memakai alat-alat keamanan dan alat darurat seperti sabuk pengaman, baju pelampung, cara membuka pintu, menghindari mesin dan baling-baling. Contoh briefing,

“Di tempat duduk anda ada sabuk pengaman dan shoulder harness, cara pakainya begini (dicontohkan), cara membukanya begini (dicontohkan).

Jika terjadi keadaan darurat pada waktu lepas landas, jangan keluar dari pesawat sebelum pesawat benar-benar berhenti. Setelah pesawat berhenti, buka pintu dengan cara ...(dicontohkan) dan keluar ke arah belakang untuk menghindari mesin dan baling-baling.

Jika kita mendarat darurat di air maka pelampung ada di belakang kursi anda dan cara membukanya (dicontohkan).... 

Lepas landas ke Bohol Island

Yushandi melakukan run-up di depan sebuah hanggar sebelum memasuki landas pacu. Gunanya run-up ini adalah memeriksa kemampuan mesin pesawat untuk melakukan take off. Dengan rem tangan yang terpasang, mesin di pacu dengan putaran tinggi dan salah satu magneto dimatikan untuk melihat magneto lain bekerja dengan baik. Magneto adalah bagian dari sistem pengapian yang memberikan energi pada busi. Biasanya ada 2 buah magneto di sebuah mesin pesawat ringan. Selain magneto, Yushandi juga membuka katup carburetor heat/pemanas karburator, untuk melihat putaran mesin tidak terganggu pada saat mengoperasikan katup ini.

Selesai melakukan run-up, kami menunggu di sisi landasan untuk melakukan take off. Tower memberikan perintah, "hold short runway 22". Artinya kami harus menunggu di taxiway sebelum mendapat ijin masuk ke landasan 22.

Akhirnya setelah menunggu sebuah pesawat mendarat dan sebuah pesawat latih di depan kami lepas landas, kami mendapat ijin untuk masuk landas pacu, "R-4436 line up and wait runway 22".

"R-4436, wind 230 degrees 5 knots, clear for take runway 22!",  akhirnya kami lepas landas, dan berbelok ke selatan menuju pulau Bohol yang sangat dekat dengan kota Cebu.

Kami naik ke ketinggian 1500 kaki dan di atas sebuah pulau kecil yang menjadi check point (titik patokan), kami berganti frekuensi ke frekuensi yang dipakai di atas Bohol Island.

Chocolate Hills

Pemandangan di Bohol Island

Pemandangan di Bohol Island cukup indah, selain sawah dan kebun-kebun yang diselingi perbukitan, ada Chocolate Hills.  Chocolate hills adalah perbukitan unik yang merupakan kumpulan bukit kecil berbentuk gumpalan atau gundukan yang cukup besar.Tidak ada pohon di bukit-bukit coklat ini. Sedangkan nama coklat diberikan karena pada waktu kemarau, rumput-rumputan di bukit-bukit tersebut berwarna coklat.

Yushandi menerangkan pemandangan yang kami lihat 

Go Around

Setelah sekitar satu jam mengelilingi pulau Bohol, maka kami kembali ke Cebu. Kami datang dari arah tenggara. Ada dua buah  pulau kecil yang menjadi check point untuk masuk ke bandar udara internasional Cebu.

Kami masuk ke down wind (terbang sejajar dengan landasan) pada ketinggian 1000 kaki, dan ternyata kami diminta untuk melakukan 360 derajat (berputar melakukan lingkaran) untuk menunggu giliran untuk mendarat. Setelah 2 kali putaran kami diijinkan untuk melanjutkan approach, masuk ke base leg (berbelok tegak lurus pada landasan) dan akhirnya belok ke final (berbelok ke arah landasan). Saya mendengar ada Airbus 320 Cebu Pasific Air di belakang kami yang diminta untuk menurunkan kecepatan ke minimum speed untuk menunggu kami mendarat.

Akhirnya " R4436, clear to land runway 22", kami diijinkan untuk mendarat. Sekitar 300 kaki di atas landasan, tiba-tiba petugas tower berkata di radio, "R4436, revise clearance, Go Around to the left!, join left down wind runway 22!"

Yushandi segera melakukan Go Around, naik kembali ke ketinggian 1000 kaki dan masuk kembali di down wind. Ternyata pesawat jet di belakang kami sudah sangat dekat dan dengan kecepatannya yang lebih tinggi, tidak memungkinkan buat pesawat tersebut untuk mendarat di belakang kami.

Kejadian ini diakibatkan oleh kurang akuratnya perhitungan ATC yang mengatur jarak antar pesawat.

Satu putaran pattern (pola pendaratan yang terdiri dari downwind, base leg dan final) kami lalui sampai akhirnya kami mendarat di landas pacu 22.

Ari, salah satu siswa penerbang dari Indonesia di depan akomodasi siswaKehidupan di Cebu

Hidup di kota Cebu cukup murah, penulis mencoba makan di "warteg" setempat. Sepiring nasi dengan minuman botol dan lauk 2 potong telur goreng dan sayur cumi, berharga sekitar 12 ribu rupiah. Tentunya karena pemilik rumah makan tersebut tahu saya adalah seorang turis. Tentunya jika anda seorang asli dari Cebu, harganya akan lebih murah.

Kota Cebu sendiri mirip dengan kota-kota di daerah di Indonesia. Banyak pengangguran dan kotanya cukup kumuh. Tapi bahasa Inggris cukup di kuasai oleh masyarakat kebanyakan di sini.

Di sekolah yang kami kunjungi, semua siswa yang berasal dari luar Cebu menginap di akomodasi berupa villa/bungalow yang disediakan oleh sekolah. Akomodasi ini menyewa dari sebuah hotel di Cebu. 

Satu villa 3 kamar ini diisi 8 siswa. Satu kamar utama yang besar diisi satu tempat tidur double untuk dua orang dan dua buah tempat tidur single. Sedangkan dua buah kamar yang lain masing-masing diisi dua orang siswa.

Transportasi kota Cebu mengandalkan angkutan umum, taksi dan motor becak yang dapat diisi sampai dengan enam orang!. Empat orang di kabin yang tersambung ke motor dan dua orang di kursi belakang supir.Tidak seperti naik becak di Indonesia yang harganya menawar untuk jarak tertentu, harga naik motor becak ini di hitung per orang. Bahkan jika sudah ada penumpang pun, motor becak ini masih menawarkan tempat yang kosong pada calon penumpang yang mempunyai tujuan sama dengan penumpang sebelumnya.

Motor becak