“Dengan rendah hati saya ingin membagikan sedikit pengalaman saya, yang mungkin belum ada apa-apanya dibandingkan dengan pengalaman teman-teman yang lain yang sudah mendahului saya sebagai pilot senior, dan tidak ada maksud untuk menyombongkan diri dalam tulisan saya berikut ini.”

Sejenak saya merenungkan masa-masa pada saat saya mulai mencintai dunia penerbangan

Teringat saat-saat berada di Sekolah Dasar (SD) sekitar tahun 1996, di mana saya mulai menyukai dunia penerbangan pada usia 9 tahun, saat saya memaksa orang tua saya untuk mengikutsertakan saya dalam perjalanan kerja mereka ke Yogyakarta dengan alasan ingin sekali mencoba naik pesawat terbang.

Pesawat terbang milik Merpati Nusantara Airlines yang memiliki dua mesin yang terpasang di bagian belakang pesawat, menjadi titik awal di mana saya mulai menabur bibit kecintaan saya terhadap dunia penerbangan.
 
Dikarenakan pada saat itu saya belum mengenal teknologi komputer dan internet, jadi satu-satunya media saat itu untuk saya bisa mendapatkan informasi adalah dari media cetak (Majalah Angkasa), yang setiap bulannya saya beli jika pembahasan di dalamnya membahas seputar penerbangan komersial.
 
Ada satu hal yang tidak akan pernah saya lupakan pada saat saya duduk di kelas 5 SD tahun 1998, akan seorang teman saya yang selalu saya kunjungi rumahnya karena dia memiliki komputer dan juga memiliki software Flight Simulator 1998 dilengkapi dengan sebuah joystick, demi mempelajari cara menerbangkan dan mendaratkan pesawat terbang. Hampir setiap hari dan jika sekarang saya pikir, sepertinya sayalah yang paling sering menggunakan komputer teman saya itu di rumahnya.

Setelah masa Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama berlalu

Jujur saja saya tidak memiliki panduan yang benar mengenai cara untuk menjadi seorang penerbang hingga saya lulus SMA. Maklum, karena minimnya informasi yang saya punya dan di dalam daftar keluarga besar saya belum ada seorangpun yang pernah menjadi penerbang, atau bahkan bekerja di seputar dunia penerbangan. Jadi selama masa itu, banyak sekali hal-hal yang saya takutkan dikarenakan saya tidak memiliki pengetahuan yang benar dan juga kondisi ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan untuk membiayainya, tetapi saya tetap memaksakan untuk mencoba masuk ke salah satu sekolah penerbangan swasta di Jakarta.


Masa pendidikan saya tidak terlalu cepat dikarenakan faktor biaya, uang terbang yang tidak dibayar penuh di muka (dengan kata lain, mencicil) terbang jika ada dana. Jika tidak, maka tidak terbang. Saya masih berusia 17 tahun pada saat itu, keyakinan saya menjadi sangat terguncang, dan akhirnya saya putuskan untuk tidak melanjutkan pendidikan di sekolah penerbangan tersebut, dengan pertimbangan tidak mau memberikan beban lebih besar lagi kepada orang tua, karena yang memerlukan sekolah tidak hanya saya saja, tetapi seorang kakak dan tiga adik saya juga memerlukan biaya yang besar untuk pendidikannya.

Setelah saya berhenti dari sekolah tersebut, akhirnya saya memulai aktifitas dalam bidang TV & Media. Mengambil kursus dan pada akhirnya kuliah untuk mendapatkan sertifikat. Selama kuliah, saya sempat bekerja paruh waktu sebagai kitchen hand (Pencuci piring dan peralatan dapur lainnya di sebuah restaurant serta membantu juru masak) untuk mencukupi biaya hidup pada saat saya kuliah, yang kemudian memulai bekerja penuh waktu setelah selesai kuliah di jurusan TV & Media.


Empat tahun berlalu

Impian untuk menjadi seorang penerbang tidak pernah pudar. Setiap kali saya menempuh perjalanan dengan menggunakan pesawat terbang, saya tidak pernah lupa untuk meminta ijin kepada cabin crew unuk dapat mengunjungi cockpit (ruang kemudi di pesawat terbang) sebelum saya meninggalkan pesawat.

Tahun 2009. Kondisi keuangan keluarga sudah membaik. Tepat bulan Juli 2009, saya chatting dengan teman lama saya di sekolah penerbangan yang sudah bekerja di salah satu maskapai penerbangan swasta di Indonesia. Dia memberi tahu saya jika ada sekolah penerbangan yang tidak terlalu mahal di luar Indonesia. Hal yang menarik, diapun tidak tahu nama sekolahnya, hanya mendengar dari temannya yang lain. Akhirnya saya mencoba untuk mencari tahu lewat google.com dan beberapa forum untuk mencari tahu informasi yang lebih lengkap.

Setelah saya mendapatkan informasi yang cukup, saya mencoba untuk mempresentasikan ke kedua orang tua saya mengenai sekolah tersebut. Karena orang tua saya tidak terlalu tahu menahu mengenai dunia penerbangan, yang ada di pikiran mereka adalah jika sekolah pilot di luar negri selalu lebih baik dari pada di Indonesia. Sebenarnya pemikiran itu tidak sepenuhnya benar.

Saya sangat bersyukur karena kedua orang tua saya menyetujui rencana yang sudah saya buat. Dengan semangat, tekat yang sangat besar, serta kondisi keuangan yang mencukupi, saya mulai berhubungan dengan sekolah tersebut untuk menanyakan cara untuk mendaftar. Mulai dari tahap itu, semua hal saya persiapkan sendiri, mulai dari mencari tahu iklim dari negara tersebut, bahasa yang mereka gunakan, biaya hidup di sana, kehidupan siswa yang saya dapat dari salah satu siswa Indonesia yang sudah memulai pendidikan di sana, dan berbagai macam informasi yang saya perlukan sebelum saya memastikan untuk berangkat ke sekolah tersebut.

Tanggal 14 September 2009, dengan sangat bersyukur saya berangkat meninggalkan keluarga dan negara tercinta Indonesia, memulai kembali dari awal perjalanan untuk bisa menjadi seorang penerbang. Visi dan misi sudah saya buat jauh sebelum saya berangkat.

Semua test yang diperlukan seperti test kesehatan, keamanan sudah saya jalankan, semua berjalan dengan baik. Karena saya pengguna kaca mata, jadi saya memiliki batasan jika terbang harus menggunakan kaca mata.

Tahap pertama masa pendidikan saya adalah untuk mendapatkan Private Pilot License (PPL). Dengan License ini, saya memiliki hak untuk bisa menerbangkan pesawat dengan rating yang saya miliki tanpa pendamping, serta boleh membawa penumpang, tetapi bukan untuk tujuan komersil. Setelah mendapatkan PPL, saya akan melanjutkan pendidikan saya untuk mendapatkan Commercial Pilot License (CPL) beserta dengan Instrument Rating (IR).

Saya membutuhkan CPL karena license ini dibutuhkan supaya saya memiliki hak untuk bekerja dan digaji oleh perusahaan di tempat saya bekerja nanti. Sedangkan IR merupakan rating supaya saya diperbolehkan untuk terbang dengan aturan Instrument Flight Rules (IFR).

Sebelum memulai latihan terbang, saya menjalani masa ground school selama 5 minggu. Dalam masa ini, saya mendapat pengajaran yang intensif untuk belajar 14 mata pelajaran.

Waktu yang sangat singkat menurut saya untuk belajar 14 mata pelajaran dalam waktu 5 minggu. Karena tujuan saya dari awal adalah untuk belajar, jadi tidak masalah jika akhir pekan saya gunakan untuk belajar. Lagi pula, ini merupakan hal yang memang saya cintai sejak saya masih kecil. Jujur saja, semangat belajar saya tidak pernah sesemangat ini.

Tanggal 26 April 2010, saya resmi menjadi seorang penerbang dengan memegang PPL. Sekarang saya masih meneruskan pendidikan saya untuk mendapatkan CPL + IR. Sangat tidak sabar untuk bisa melihat apa yang akan terjadi di beberapa tahun mendatang. Saya yakin bahwa hal yang terbaik masih ada di depan. Yang bisa saya lakukan adalah selalu mempersiapkan diri saya sebaik baiknya untuk terus belajar supaya bisa memenuhi syarat untuk bisa menjadi seorang penerbang yang kompeten.

Besar harapan saya untuk teman-teman yang terpanggil untuk menjadi seorang penerbang, untuk bisa mendapatkan jalan terbaik dalam menggapai impiannya. Tantangan akan selalu ada tetapi tidak selalu sama. Lakukan hal yang terbaik yang bisa dilakukan dan jangan menyerah jika ada tantangan menghadang.