Kejadian ini terjadi di suatu negeri antah berantah, pesawat 737 classic.
Khayalan rute penerbangan: MES - CGK (Medan - Cengkareng)
Khayalan alternate: PLM (Palembang)
Khayalan waktu: MES - CGK = 2 jam, CGK - PLM = 30 menit

(admin: CGK-PLM adalah rute alternatif yang akan dijalankan jika bandar udara CGK tidak bisa didarati karena berbagai hal) 

During descend (turun dari ketinggian jelajah), control (ATC) memberitahukan bahwa airport tujuan ditutup disebabkan oleh banjir. Banjir ini terjadi karena dam di sekitar airport belum dibuat, hahahha...Runway tergenang air sehingga tidak memungkinkan pesawat utk mendarat. Semua pesawat destinasi CGK dialihkan dan yang belum berangkat ditahan di ground (di darat). Menyebabkan banyak airport, apron nya penuh, sehingga tempat parkir pesawat habis.

Nah si 737 classic ini, request untuk divert (mengalihkan penerbangan) ke PLM, sesuai Flight Plan (rencana penerbangan) mereka. Tapi control bilang, PLM apron penuh, no parking space available. Nah lo, gimana ya...hitung punya hitung, mereka mempunyai fuel (bahan bakar) yang cukup banyak untuk divert ke SUB (Surabaya) yang jaraknya kurang lebih 50 menit dr posisi mereka. Ternyata rencana divert ke SUB juga gagal karena apron juga penuh. Control memberikan masukan, available divert station: PKP, SOC, JOG.(Pangkal Pinang, Solo dan Jogja)

Lama terbang dari posisi mereka sekarang ke tujuan tersebut kurang lebih (pastinya saya gak tau, karena gak punya peta nih):
PKP = 30 menit
SOC = 40 menit
JOG = 40 menit

Akhirnya crew memutuskan untuk divert ke PKP, landing dengan selamat di PKP, tunggu sampai CGK buka kembali.

Sepertinya cerita di atas happy ending ya? Ending memang happy, karena tidak ada korban jiwa hehehe....

Permasalahannya sebenarnya ialah:

PKP bukan merupakan regular destination dari maskapai tersebut, sehingga maskapai tersebut tidak menyertakan charts/ peta (Approach charts, airport charts, dsb).
Secara garis besar saja, kita dapat menyimpulkan bahwa crew 737 tersebut tidak mengetahui secara pasti berapa panjang runway di PKP. Kok mereka bisa memilih PKP sebagai alternate, tanpa memperhitungkan bisa tidak 737 landing di PKP.

Mungkin saja alasan mereka gampang, ahhh airline lain dengan tipe pesawat sama bisa kok.

Hehhehe...ini alasan pilot yang ngeles, tanpa ilmu.....
Jika kita bahas lebih detail, 737 classic tersebut filed (memasukkan) Flight Plan dengan IFR (Instrument Flight Rules). Yang artinya untuk melakukan approach di suatu bandara dengan IFR kita harus punya approach chart. Bukan hanya dengan mengikuti garis magenta di FMC (layar di kokpit yang bisa menggambarkan posisi pesawat). Karena FMC database is not legal to fly without up to date chart.

Meskipun ketika descend kita dapat melihat airport tersebut, biasanya kita akan request/minta visual approach. Visual Approach harus dibedakan dengan VFR (Visual Flight Rules). Visual Approach merupakan approach yang dilakukan secara visual, pilot bertanggung jawab terhadap terrain (bukit dan pegunungan), dan masih dalam status IFR. Dan visual approach tidak boleh di planning ketika kita file IFR Flight Plan. Planning kita harus tetap Instrument Approach.

Kesimpulan, walaupun tidak terjadi apa2 di flight tersebut, itu sangat berbahaya, karena sama saja dengan terbang buta, tanpa planning, atau bahasa gampang nya.....BISA LAH...GIMANA NTAR...YANG LAIN BISA KOK......

Hmmm.....Are they really ATPL (Airline Transport Pilot License) holder???