Ancaman yang paling utama pada kasus bird strike adalah pada pesawat jet. Maksud pesawat jet di sini adalah pesawat turbojet ataupun jet (ramjet, dll) pada umumnya. Tidak seperti mobil yang mesinnya tertutup rapi, pada pesawat jet, bagian depan mesin pesawat terbuka untuk menyedot udara untuk pembakaran. Benda-benda yang tidak diinginkan bisa tersedot dan merusak bagian dalam mesin pesawat. Benda-benda ini disebut FOD (Foreign Object Damage).
Gaya impak dari tabrakan antara pesawat dengan burung bergantung pada kecepatan impak tersebut. Energi dari seekor burung seberat 5 kg yang bergerak relatif terhadap pesawat dengan kecepatan 275 km/jam kira-kira sama dengan energi 1 ton benda yang dijatuhkan dari ketinggian 3 meter.
Tinggi maksimum burung terbang...
Kecelakaan karena bird strike biasanya banyak terjadi di ketinggian rendah, pada saat pesawat lepas landas atau mendarat. Menurut statistik 61% bird strike terjadi di ketinggian 100 kaki saja. Penulis pernah mengalami bird strike di bandar udara Soekarno Hatta di atas landasan pada waktu lepas landas. Meskipun burung kecil dan tidak menimbulkan kerusakan, tapi ceceran darahnya menutupi windshield dan menghalangi pandangan ke depan.
Di daerah subtropis, pada saat musim dingin burung-burung bermigrasi ke arah khatulistiwa. Sedangkan pada saat udara mulai hangat kembali mereka kembali ke tempat semula. Kawanan burung ini kadang-kadang dalam jumlah yang sangat besar dan terbang pada ketinggian yang cukup tinggi. Banyak orang, bahkan penerbang tidak menyangka bahwa beberapa jenis burung terbang sangat tinggi. Pernah dilaporkan jenis angsa bar-headed (bar-headed goose) terbang pada ketinggian 33000 kaki atau sekitar 10 km di atas permukaan laut. Sedangkan pesawat jet komersial biasanya beroperasi pada ketinggian 31000 kaki sampai 41000 kaki.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh burung
Kecelakaan fatal karena bird strike pertama kali dilaporkan pada tahun 1912 dimana seorang penerbang perintis Cal Rodgers bertabrakan dengan burung camar yang menyangkut di kabel kendali pesawatnya. Kemudian dia jatuh di Long Beach California dan ditemukan tenggelam di bawah pesawatnya.
Kecelakaan fatal terbesar terjadi pada 4 Oktober 1960, ketika Eastern Air Lines Flight 375, sebuah Lockheed L-188 Electra terbang dari Boston melalui sekawanan burung yang merusak seluruh 4 mesinnya. Pesawat langsung crashed sesaat setelah lepas landas dengan 62 orang meninggal dari total 72 orang di pesawat.
Upaya menanggulanginya
Untuk mengusir burung di beberapa bandar udara di luar negeri mereka memasang perangkat pengusir burung. Cara kerjanya adalah dengan pengeras suara yang menghasilkan suara pemangsa burung-burung yang ada di sekitar bandar udara. Dengan suara ini diharapkan burung-burung akan menyangka ada bahaya pemangsa di dekat mereka dan akan pergi ke tempat lain untuk menghindari pemangsanya tersebut.
Bandar udara tanpa perangkat canggih pun melakukan pengusiran burung dengan cara konvensional, biasanya dengan menembakkan senapan dengan suara yang keras untuk menakut-nakuti burung. Padahal suara pesawatpun sudah cukup keras untuk mengusir burung. Tapi karena biasanya suara pesawat terdengar setelah pesawat lewat maka pengusiran burung harus dilakukan sebelum pesawat lewat untuk lepas landas atau mendarat.
Cara lain untuk mengusir burung adalah dengan burung pemangsa (elang dll), lampu, pyrotechnics (semacam kembang api), pesawat radio-controlled, laser, anjing dan lain-lain.
TNO, sebuah institut penelitian di Belanda telah berhasil mengembangkan ROBIN (Radar Observation of Bird Intensity) untuk Royal Netherlands Airforce. ROBIN adalah hampir real-time monitoring system untuk memantau pergerakan burung terbang.
ROBIN mengenali kumpulan burung dari sistem radar yang besar. Informasi ini digunakan untuk penerbang AU Belanda sewaktu lepas landas dan mendarat. Tabrakan pesawat militer Belanda dengan burung berhasil dikurangi sampai 50 % dengan sistem ini. Sayangnya belum ada sistem yang sama yang digunakan oleh sipil.
Dari sisi penerbang, pada saat terbang sewaktu lepas landas dan biasanya sampai ketinggian 10 ribu kaki, dan pada waktu akan mendarat mulai dari 10 ribu kaki, penerbang menyalakan lampu pendaratan pesawat. Selain berguna untuk melihat dan dilihat oleh penerbang dari pesawat lain, guna yang lain adalah untuk menghindari burung. Biasanya mereka akan menyingkir jika ada cahaya yang lewat. Bahkan bagi manusiapun, dari kejauhan lampu pendaratan pesawat akan terlihat pertama kali sebelum kita melihat pesawatnya secara utuh.
Jika terbang di tempat yang banyak kawanan burungnya, penerbang akan terbang ke ketinggian 3000 kaki dengan cepat untuk menghindari burung yang biasanya ada di bawah 3000 kaki.
Sebenarnya pada saat sertifikasi pesawat dan mesin jet, pihak pabrik pesawat juga melakukan pengujian ketahanan mesin jet pada benda-benda asing yang masuk ke mesin seperti air, salju dan bahkan burung. Kaca depan pesawat/ windshield juga dirancang untuk tahan pecah jika bertabrakan dengan burung sampai kekuatan tertentu. Pabrik mesin pesawat jet mengadakan pengujian sehingga mesin jet dapat dimatikan dengan aman pada waktu bertabrakan dengan burung seberat 1.8 kg/ 4 pon. Untuk bagian ekor pesawat dirancang untuk kuat menghadapi tabrakan dengan burung seberat 8 pon.
Untuk mempertahankan kekuatannya, menghindari kabut, dan suhu yang rendah, windshield/kaca depan pesawat dipanaskan pada suhu tertentu selama penerbangan. Jika pemanas kaca depan ini rusak, maka resiko pecah jika bertabrakan dengan burung akan semakin tinggi. Dengan kerusakan pemanas inii maka prosedur untuk menghindarinya biasanya adalah menurunkan kecepatan pesawat pada waktu terbang di bawah 10 ribu kaki.
Selain burung, binatang lain juga bisa membahayakan penerbangan jika mereka ada dan dibiarkan berlalu lalang di bandar udara pada waktu pesawat lepas landas. Pada waktu mendarat, menabrak binatang di landas pacu mungkin tidak terlalu membahayakan, biarpun dapat membuat kerugian yang sangat besar. Kejadian yang cukup besar pernah terjadi di Indonesia adalah sebuah pesawat B737 yang menabrak seekor kerbau di bandar udara Aceh beberapa tahun lalu.
Penulis pernah melihat seekor kijang di sekitar landasan di Kendari beberapa belas tahun lalu pada waktu menerbangkan pesawat Fokker F100.
Selain binatang, ternyata manusia juga bisa menyebabkan FOD pada saat pesawat terbang. Yaitu dengan menerbangkan layang-layang di sekitar jalur lepas landas dan pendaratan pesawat. Biarpun tidak bisa terbang tinggi, layang-layang jika dimainkan tepat di jalur pendaratan pesawat atau jalur lepas landas mempunyai efek bahaya yang sama dengan burung pada kasus bird strike.
Di Bandar Udara Soekarno Hatta yang merupakan bandar udara internasional, layang-layang selalu menjadi masalah pada hari yang cerah dan berangin.
sumber: wikipedia
semua gambar adalah milik ilmuterbang.com dan sebagian diambil dari http://www.int-birdstrike.org dan wikipedia dengan lisensi Creative Common.