Apakah pesawat akan jatuh kalau mesin pesawat mati pada saat pesawat terbang di udara? Pertanyaan ini cukup sering ditanyakan oleh masyarakat umum.
Jawabannya: tidak. Apakah pesawat akan oleng? Tidak. Meledak? Tidak.
Pesawat bersayap tetap bermesin tunggal (satu buah), akan tetap melayang di udara dan akan kehilangan ketinggian pada saat mesin mati.
Pesawat bersayap tetap dengan mesin ganda (lebih dari satu), jika salah satu mesinnya mati masih mampu terbang pada ketinggian tertentu.
Apa yang dilakukan penerbang pada saat mesin mati?
Penerbang pesawat apapun pada saat menerbangkan pesawatnya setiap saat selalu mencari tempat yang aman untuk mendarat darurat. Jadi pada saat mesin mati, dia langsung mengendalikan pesawatnya ke tempat yang paling aman.
Jika pesawat hanya memiliki satu mesin, penerbang akan berkonsentrasi pada mengendalikan pesawatnya dan jika pesawat dalam keadaan stabil dia akan mencoba menyalakan kembali mesin pesawatnya. Langkah lain yang dilakukan adalah memberi tahu ATC atau pesawat lain di frekuensi radio bahwa dia sedang dalam kondisi berbahaya.
Untuk pesawat dengan mesin ganda, pesawat tidak serta merta turun. Masih ada tenaga dari mesin lain yang masih bekerja. Bahkan sebuah Airbus A340 yang memiliki 4 mesin sanggup terbang ke tujuan hanya dengan 3 mesin.
Pesawat yang bermesin 2 buah, dapat terbang sampai ketinggian tertentu yang disebut dengan single engine ceiling. Jadi misalnya sebuah Airbus A330 mempunyai ketinggian maksimum terbang (service ceiling) sampai 41500 kaki, maka single engine ceilingnya akan lebih rendah. Dengan berat tertentu dan hanya satu mesin saja yang beroperasi, pesawat tersebut mungkin hanya mampu terbang pada ketinggian 28000 kaki. Single engine ceiling ini bergantung pada berat pesawat dan suhu udara pada saat itu. Makin berat pesawat dan makin tinggi suhu makin rendah single engine ceilingnya.
Penerbang pesawat bermesin ganda pada dasarnya akan melakukan hal yang sama pada saat mesin mati, yang membedakan adalah pada saat itu dia akan menambah tenaga mesin yang masih berfungsi untuk menjaga ketinggian pesawat selama mungkin.
Menyalakan kembali mesin pesawat
Pada saat masih melayang (glide) di udara, mesin pesawat masih berputar karena aliran udara yang melewati baling-baling atau bilah turbin. Putaran karena aliran udara ini disebut windmilling. Seperti halnya mesin mobil dan motor, mesin pesawat mungkin saja dinyalakan kembali tergantung pada tingkat kerusakannya.
Kalau mesin motor dengan transmisi manual dimatikan pada saat berada di jalan menurun, maka jika kita biarkan motor meluncur dan kunci kontak kita nyalakan kembali dengan transmisi tidak dalam kondisi netral maka mesinnya akan menyala kembali. Syaratnya adalah kecepatannya cukup untuk memutar mesin.
Hal yang sama akan terjadi pada pesawat. Untuk menyalakan mesin dengan windmilling dibutuhkan kecepatan tertentu untuk memutar baling-baling yang juga memutar piston mesin pesawat atau bilah turbin pada mesin turbin.
Pesawat bermesin ganda masih mempunyai sumber energi dari mesin yang masih menyala jadi mungkin tidak perlu melakukan windmilling untuk menyalakan mesin yang mati.
Setiap jenis pesawat dan jenis mesin yang digunakan mempunyai prosedur berbeda-beda untuk menyalakan kembali mesin di udara. Cerita di atas hanyalah gambaran secara garis besar saja.
Jika sebuah pesawat bermesin ganda mengalami mati mesin pada semua mesinnya dan masih ada kemungkinan untuk dinyalakan kembali, maka langkah pertama adalah mencoba menyalakan mesin dengan windmilling dan tenaga batere (aki).
Penerbang bersayap putar atau helikopter dan akan membiarkan helikopternya turun dan menjaga putaran rotor sampai helikopternya dekat ke permukaan lalu akan menggunakan putaran ini untuk mengurangi kecepatan vertikalnya sehingga dapat mendarat dengan aman.
Pada pesawat yang dilengkapi dengan APU, Auxilliary Power Unit, maka penerbang akan menyalakan APU dan akan mencoba menyalakan mesin dengan tenaga dari APU. Penjelasan tentang APU dapat anda baca di artikel terpisah di website ilmuterbang.com ini. Setelah APU menyala maka kelistrikan dan tenaga pneumatik di pesawat akan kembali tersedia.
Kalau kita membaca berita dan sejarah penerbangan ada beberapa kasus menarik untuk jadi pelajaran bagi insan penerbangan. Pada tahun 1982 sebuah pesawat Boeing B747 British Airways dengan call sign "Speedbird 9" mengalami mesin mati pada keempat mesinnya karena abu vulkanik dari gunung Galunggung yang meletus di Jawa Barat. Mesin akhirnya berhasil dinyalakan oleh awak pesawatnya yang terdiri dari dua penerbang dan seorang FE (Flight Engineer).
Peristiwa mesin mati lainnya adalah pesawat Airbus A330 penerbangan Air Transat 236 yang mengalami kebocoran bahan bakar dan pesawat melayang tanpa mesin sejauh 120 km dan berhasil mendarat dengan selamat di pulau yang berada di tengah lautan Atlantik. Kasus lainnya adalah US Airways nomor penerbangan 1549 yang mendarat di sungai Hudson karena kedua mesinnya kemasukan burung (bird strike).
Di Indonesia, penerbangan Garuda nomor penerbangan GA 421 pada bulan Januari 2002 mengalami mesin mati dan berhasil mendarat darurat di sungai Bengawan Solo dengan korban salah seorang awak kabin yang terlempar keluar pada saat pesawat membentur batuan di sungai.
Ada beberapa faktor yang membuat mesin pesawat tidak bisa dinyalakan kembali. Kebocoran bahan bakar, batere yang tidak terisi sempurna (aki soak), kerusakan struktur mesin karena benda yang masuk ke mesin (bird strike), ketinggian yang tidak cukup untuk menyalakan mesin, kebakaran di dalam mesin dan lain-lain.
Mesin mati pada saat lepas landas
Pada pesawat bermesin tunggal, jika terjadi mesin mati tidak ada yang dapat diperbuat kecuali mencoba mendaratkan kembali pesawatnya di landasan. Jika pesawat sudah meninggalkan landasan yang bisa dilakukan adalah mencoba mendarat di tempat yang aman dan tidak menimpa orang yang ada di darat.
Pesawat bermesin ganda mempunyai dua kemungkinan jika mesin mati pada saat lepas landas, membatalkan take-off (reject take off) jika kecepatan kurang dari V1 dan melanjutkan take off jika kecepatan lebih dari V1. Artinya kecepatan V1 ini bisa dibaca juga di artikel khusus tentang V1.
Jika pesawat harus melanjutkan take off, maka penerbangnya akan menaikkan pesawat ke ketinggian aman sebelum mencoba menyalakan kembali mesin pesawatnya. Ketinggian aman ini adalah ketinggian di atas obstacle (bukit, gunung, gedung, antena dll) di daerah tersebut. Setelah pesawat berada pada ketinggian yang aman dan mesin tidak berhasil dinyalakan kembali barulah penerbang menyiapkan pesawatnya untuk mendarat. Pada kondisi darurat seperti kebakaran mesin yang tidak dapat dikendalikan, penerbangnya akan mendaratkan pesawatnya secepat mungkin.
Semoga sepenggal cerita ini bisa memberikan gambaran agar kita tidak tertipu pemberitaan bombastis media yang kadang menyadur cerita dari orang yang tidak kompeten di bidangnya.
Selamat menikmati penerbangan anda.
sumber gambar: ebook FAA.