Seperti biasanya beberapa siswa batch 9 pergi ke bandara untuk terbang, kali ini mayoritas sudah mencapai misi solo cross country supervise. Di mana solo artinya adalah "sendiri" dan cross country adalah penerbangan yang ditempuh siswa dari bandar udara asal hingga suatu tempat yang telah ditentukan oleh flying school tersebut.
Hari itu, 6 juni 2012 saya mendapatkan jadwal terbang solo cross country supervise bersama dengan instructor saya. Sebelumnya instruktur saya adalah Capt. Ratu Farihah dan sekarang menjadi Capt Yannick Ille.
Waktu menunjukkan pukul 13.00 atau 06.00 UTC, saya sudah membuat flight plan untuk flight jam 06.15 UTC. Sebelumnya saya melakukan preflight check seperti biasa. Hari itu saya akan melakukan cross country north yaitu: Blimbing Sari, Kubu Tambahan, Tanjung Batu 3, dan kembali lagi ke Blimbing Sari dengan ketinggian sekitar 7000ft.
Mesin pesawat pun mulai bekerja. Dan saya lepas landas sekitar pikul 06.25 UTC. Tidak ada keanehan yang terjadi saat itu.
Saya pun mulai mencoba kontak ke Bali Director. “Bali director, Papa Oscar India climbing passing 3000ft squawk number 4621 request climb to 7000ft”
Saat itu radionya masih istilahnya “kemresek” tapi saya bisa mendengar beberapa airlines kontak dengan Bali Director. Oke, mungkin saya bisa mencoba di ketinggian 5000ft.
Setelah 5000ft saya mencoba kembali kontak dengan Bali Director, ada balasan tetapi tidak jelas. Namun saya mendengar bahwa pesawat yang saya kemudikan telah terdeteksi di radar Bali Director.
Akhirnya sampai di Celukan Bawang 7000ft. Saat sedang cruise permasalahan mulai muncul. Saya melihat lampu low voltage menyala. Itu tandanya baterai pada pesawat sedang melemah. Saya bilang kepada instruktur saya. Beliau bilang bahwa hal itu sering terjadi, paling dengan mematikan alternator dan baterainya sebentar saja lalu dihidupkan kembali maka lampu low voltage akan mati.
Yap, hal tersebut di lakukan namun hasilnya lampu low voltage tetap menyala. Terus menerus dilakukan dan hasilnya tetap sama. “Okay, I think the lamp is error because nothing happened to us”, begitu kata instruktur saya karena kadang kadang memang sering begitu. Dan beliau pun mematikan radio dan ADF dengan tujuan untuk mengirit baterai.
Karena waktu sudah sore, maka belum sampai Tanjung Batu 3, instruktur saya memutuskan untuk kembali ke Blimbing Sari dengan turun ke 3000ft dan establish contact dengan Wisnu Info. Setelah itu saya kembali ke Blimbing Sari melewati Menjangan. Dan ternyata lampu low voltagenya sudah tidak menyala, Alhamdulillah..
Saya pun establish contact dengan Blimbing Tower.
Saya: “Blimbing tower Papa Oscar India Menjangan 3000ft inbound to land"
Sejenak saya berfikir mengapa tower menanyakan altitude kepada saya padahal saya sudah berbicara dengan keras. Ternyata keanehan pun mulai muncul. Instruktur saya mematikan kedua radio transmitter. Saat itu saya belum tahu tujuan beliau apa, karena beliau terlihat sangat tenang.
Karena saya takut, maka saya hidupkan kembali radionya dengan alasan mungkin ada yang memanggil pesawat saya. Benar saja ternyata ada yang memanggil, tetapi tidak terdengar melalui headset saya dan tiba tiba radionya pun mati....
Instruktur saya hanya tertawa melihat saya yang agak panik dan bertanya apa yang harus saya lakukan kalau saya mengalami hal ini:
Ya sudah akhirnya instruktur saya menyarankan agar saya contact tower dengan transmitting blind dan akan melakukan rocking wing.
Saya: “Blimbing tower Papa oscar india ketapang 1500ft and we have transmitting blind”
kedua radio pun dimatikan kembali dan murni tanpa mendengar apapun dari luar tetapi saya tetap masih bisa bercakap cakap di dalam pesawat.
Runway pun terlihat dan saya bisa melihat pesawat lain dari arah jam 1 namun ketinggiannya sekitar 2000ft. Saat itu kendali sudah diambil oleh instruktur saya karena memang hal ini belum pernah saya alami sebelumnya. Kami pun mengikuti pesawat tersebut tetap dengan mengikuti circuit pattern. Sampai di final ketinggian ditahan 300ft dan kami melakukan rocking wing dengan harapan tower melihat kita dan lebih memprioritaskan kita.
Kembali kami naik ke 500ft membuat low circuit. Terlihat pesawat yang lain tadi sudah berada di final lebih dulu dan saya mengikutinya dari belakang. Saat tiba di final flaps sudah terlihat maksimal down tetapi saat saya lihat keluar, flaps belum benar benar turun, lambat sekali. Short final saya bilang “capt, may I take control for landing?” beliau menjawab, “Oh sure, here is”
Setelah itu headset kamipun tidak bisa mendengar satu sama lain.
Bismillah, semoga aman dan kemudian saya pun ambil kendali dan mendaratkan pesawat dengan aman.
Saya: “Yeaaah !”
Capt Yannick: “ Wow, good guy, would you celebrate your landing?”
Saya: “ Haha no thanks Capt.”
Capt Yannick: “Haha well I think it is smooth landing you know?”
Saya: “ really? Oh thanks capt, hehe”
Sampai shutdown engine pun saya ambil kendali dan, alhamdulillah, semua aman dan baik-baik saja.
Setelah itu saya cerita ke beliau bahwa teman saya ada yang pernah mengalami hal demikian namun karena panik, ia tidak mencoba radio kedua padahal radio kedua bisa digunakan. Tetapi beliau bilang “oh yea our problem is not only the radio, but we also have the problem with the alternator and battery too. So if you have like that again, you should turn off the battery master to ensure that the lamp of the low voltage is not turned on again. Another aircraft is fine, but that... hahaha”
Ooo, ya saya mengerti mengapa dari tadi beliau mematikan kedua radio dan ADF pesawat, ternyata bertujuan untuk mengirit dan mengurangi pemakaian baterai jadi tidak cepat habis.
Saya tidak habis fikir apa yang terjadi jika hal itu tidak dilakukan. Mungkin saya sudah tidak dapat mendengar apapun dari ketinggian 3000ft, tidak bisa menggunakan flaps, bahkan bercakap-cakap dalam cockpit. Dan yang cukup penting adalah beliau bisa membuat suasana jadi lebih tenang sehingga saya tidak merasa panik atau takut saat itu.
Ya, memang penting buat siswa belajar tentang prosedur dan tidak panik saat mendapatkan masalah. Yang penting terbang aman dan selamat, hehe..