Suatu saat saya berjumpa dengan seorang penerbang yang jam terbangnya masih terbatas dan belum mendapatkan pekerjaan. Saya tanya bertanya,”Sudah coba berapa maskapai?” , “ Saya gagal tes di maskapai A (perusahaan swasta terkenal), dan di G (perusahaan negara terkenal)”. Saya bertanya lagi,” Kenapa tidak coba maskapai B atau C?”.
Jawabannya spektakuler, “Saya hanya mau bekerja di perusahaan yang sudah stabil.” Pada kesempatan yang lain saya berjumpa dengan ayah dari seorang penerbang yang baru lulus sekolah penerbang. Beliau mengeluh karena anaknya belum juga bekerja padahal katanya Indonesia butuh 400 penerbang tahun ini. Keluhannya beliau merasa tidak punya “orang dalam” di maskapai sehingga anaknya tidak bisa masuk ke salah satu maskapai tersebut. Bahkan anaknya mengeluh bahwa temannya yang di simulator terbangnya jelek bisa masuk sementara dia yang bagus (menurut dia sendiri) tidak diterima. Apa sih yang sebenarnya terjadi? Kenapa kedua orang tersebut gagal?
Saya tidak berada di dalam simulator pada saat kedua orang tersebut gagal. Jangan khawatir, saya sendiri pernah gagal dalam rekrutment beberapa maskapai pada waktu saya belum punya pengalaman. Tapi beberapa pengalaman yang saya alami pada waktu tes penerimaan tersebut memberikan sedikit pengetahuan tentang kenapa seorang lulusan sekolah penerbang gagal masuk sebuah maskapai. Beberapa bagian dari tulisan ini juga mungkin bisa berguna untuk diterapkan di bidang lain selain penerbang.
Mencari pekerjaan
Silahkan bermimpi setinggi mungkin di kamar tidur anda, tapi bangun dan hadapi realita bahwa anda belum bekerja dan belum punya pengalaman. License bisa anda pajang di ruang tamu, tapi tidak akan menghasilkan uang dan masa depan. Anda tidak akan bisa bekerja di maskapai impian kalau tidak berusaha keras. Bahkan ada yang mendapatkannya melalui beberapa perusahaan sebelum mencapai cita-citanya. Seseorang yang saya kenal memulai karirnya sebagai instruktur flying school, penerbang charter dan akhirnya menjadi kapten pesawat jet di sebuah maskapai swasta nasional.
Penerbang adalah penerbang, sama saja baik bertugas di tempat terpencil ataupun di bandar udara Soekarno-Hatta yang penuh sesak. Baik mengajar seorang siswa penerbang atau membawa 400 penumpang. Yang paling penting adalah menjaga profesionalisme. Profesionalisme bagi seorang penerbang berarti keselamatan bagi dirinya dan orang sekitarnya.
Makin lama anda menganggur makin kecil kesempatan untuk bekerja atau makin berat mendapatkannya. Alasannya adalah, ilmu anda makin terlupakan, pengalaman terbang yang kurang dari 200 jam makin berkurang ketrampilannya dan maskapai akan menganggap anda butuh pelatihan untuk penyegaran yang berarti biaya ekstra.
Jadi? Kirimkan lamaran anda ke semua operator pesawat secepatnya, sekarang juga. Jangan tunggu teman anda.
Wawancara
Bayangkan anda ingin merekrut seorang pengemudi dengan SIM A untuk menjadi supir anda. Semua orang sehat dan tidak buta huruf bisa punya SIM A dan mengemudi mobil tapi apakah anda akan merekrut siapapun yang punya SIM A biarpun orang yang selalu terburu-buru atau sebaliknya orang yang lambat? Orang yang tidak “nyambung” kalau diajak bicara, orang yang tidak tahu cara kerja dasar sebuah mobil? Atau orang yang berpenampilan lusuh?
Sekarang bayangkan kalau anda punya sebuah pesawat seharga $ 90 juta, dan ingin merekrut penerbang. Penerbang seperti apa yang ingin anda rekrut? Ini daftar minimal sifat penerbang yang akan saya rekrut kalau saya punya pesawat sendiri:
- Berpengetahuan, minimal tahu silabus yang harus dia kuasai pada waktu lulus CPL.
- Tidak ceroboh.
- Punya pendirian.
- Bisa bekerja sama.
Menjadi penerbang bukanlah hanya memiliki license. Tapi kemampuan dan pengetahuan anda harus sesuai dengan license yang dimiliki.
Persiapan wawancara
Sudah siapkah dengan pakaian anda? Memakai seragam putih biru bisa membuat anda terlihat seperti penerbang, tapi yang penting adalah membuat anda terlihat menghargai pewawancara. Saya sarankan anda datang dengan pakaian resmi, kalau bisa berdasi atau mungkin pakai batik kalau di Indonesia. Pakaian kusut akan membuat anda terlihat ceroboh atau tidak peduli.
Anda tidak perlu mempunyai potongan rambut militer, tapi jangan gondrong dan acak-acakan. Jangan lupa cukur jenggot dan kumis anda dengan rapi.
Lapar pada waktu wawancara adalah hal yang paling umum. Siapkan diri anda dengan makan sebelumnya. Sepotong coklat mungkin bisa membantu jadi cadangan energi pada saat darurat.
Menghadapi pewawancara
Cara anda menjawab pertanyaan pada saat wawancara rekrutmen bisa memberi gambaran umum kepribadian anda. Jika anda pintar tapi pemalu dalam berbicara, coba berlatih tanya jawab dengan rekan anda. Jangan mencoba menjawab sesuatu yang anda tidak tahu. Jawab dengan jujur jika anda tidak tahu karena kalau mengarang jawaban anda akan terlihat bodoh.
Cari informasi tentang perusahaan yang memanggil anda.
- Apa jenis pesawat yang digunakan oleh perusahaan tersebut.
- Pesawat apa yang kemungkinan akan anda terbangkan jika anda direkrut oleh mereka.
- dll.
Pertanyaan wawancara
Pertanyaan di wawancara bisa apa saja. Dari mulai tentang diri kita, keluarga kita sampai tentang pemakaian GPS dan metoda navigasi canggih lainnya atau tentang teknik penerbangan secara umum. Materinya tidak bisa dihapal sehari-dua hari. Pertanyaan wawancara bisa dimulai dengan pertanyaan ringan seperti pesawat yang kita terbangkan di sekolah penerbang atau teori dasar penerbangan.
Pertanyaan berikutnya mungkin berupa skenario. Pertanyaan skenario biasanya tidak ada jawaban benar atau salah tapi dipakai untuk melihat kemampuan analitis dan pengetahuan dasar calon penerbang. Contoh pertanyaan: “Anda sedang approach dengan Cessna 172 lalu pilot dari sebuah pesawat airline memberikan pilot report bahwa mereka mengalami light windshear di final approach, apa yang akan anda lakukan?”.
Pertanyaan lain seperti, “Pesawat tipe apa yang ingin anda terbangkan?”, jika kita jawab dengan tipe tertentu akan mengundang pertanyaan lain yang tak terduga, “Kenapa?”. Bahkan setelah kita jawab alasannya akan datang pertanyaan lain lagi,"Bagaimana kalau anda mendapatkan pesawat yang tidak anda inginkan?".
Simulator Aptitude test
Setelah dirasa cukup punya kepribadian untuk menjadi penerbang di perusahaan tersebut, mereka biasanya akan memberikan tes kemampuan yang bisa dilakukan di simulator atau dengan alat sejenis. Tes yang dilakukan di simulator sebenarnya adalah sebuah aptitude test/ tes bakat, bukan tes ketrampilan secara umum. Dengan punya lisensi, ketrampilan dasar seorang penerbang sudah diakui. Banyak penerbang yang baru lulus sekolah menyangka kemampuan mengendalikan pesawat besar di simulator adalah segalanya. Beberapa penerbang yang tidak lulus malah berkata, “padahal landing gue mulus loh di simulator..”.
Haruskah anda landing mulus waktu tes simulator? Anda tidak diharapkan bisa menerbangkan pesawat besar tersebut dalam satu sesi saja. Jadi instruktur pun mengerti jika anda belum bisa menerbangkan pesawat itu. Jadi apa yang dilihat? Parameter yang dilihat dalam sebuah aptitude test berbeda-beda setiap perusahaan, tapi ada beberapa parameter yang umum, seperti kerjasama, antisipasi, adaptasi, pengetahuan, komunikasi, kesadaran lingkungan (situational awareness), dan lainnya.
Kerjasama dan komunikasi
Seorang yang lulus sekolah penerbang dengan lisensi CPL biasanya hanya menerbangkan pesawat single pilot, sehingga interaksi yang dilakukan hanyalah dengan pesawat dan ATC (Pengatur Lalu Lintas Udara). Untuk menerbangkan pesawat komersial, seorang penerbang harus bekerja sama dengan orang-orang berikut ini:
- penerbang pasangannya,
- mekanik,
- teknisi,
- FOO,
- Awak kabin,
- ATC,
- dll.
Bisa kita lihat, seorang penerbang yang hanya berkonsentrasi menerbangkan pesawat tanpa memperhatikan pasangan terbangnya, akan mudah gagal di simulator.
Adaptasi dan antisipasi
Kalau kita mengerem mendadak pada waktu mengendarai mobil, kecepatannya akan mempengaruhi jarak pengeremannya. Begitu juga beratnya. Contoh lainnya karena beratnya, kereta api akan berhenti beberapa ratus meter setelah di rem. Jadi beda berat dan beda kecepatan akan mempengaruhi kecepatan tindakan kita. Pesawat besar terbang lebih cepat dan lebih berat. Apa yang harus dilakukan sudah harus diketahui jauh sebelumnya. Tidak boleh ada yang terburu-buru dalam menerbangkan pesawat yang lebih besar, semuanya harus lebih direncanakan.
Membaca checklist untuk memastikan semua telah dilakukan lebih penting daripada landing mulus. Kalau pasangan kita landingnya kasar tapi membaca checklist maka kemungkinan besar hal tersebut bisa diterima dibandingkan penerbang yang landingnya mulus tapi selalu lupa membaca checklist.
Pengetahuan dan airmanship
Jika kita akan di uji di simulator untuk melakukan visual circuit pattern dan pada waktu memeriksa ATIS, disebutkan visibility 3000 meter. Jika kita berkata pada instrukturnya, “Mas, visibilitynya hanya 3000 meter”, maka kesan pertama yang didapat oleh instruktur adalah kita cukup paham akan peraturan penerbangan dan punya airmanship yang tinggi.
Kemampuan radio telephony dan standard call merupakan keharusan. Saya ingat saya pada waktu melakukan tes simulator pertama kali dalam hidup saya, sang instruktur sampai menepuk bahu saya karena saya selalu melafalkan angka nol dengan “O” (Ouw) sesuai dengan kebiasaan di USA tempat saya belajar, bukannya pengucapan yang baku dari ICAO yaitu “Zero”. Contohnya “heading two five zero” saya ucapkan “ two five O”.
Alhamdulillah saya lulus, tapi pengalaman ini menjadi pelajaran bagi saya. Situational awareness. Kesadaran akan lingkungannya sangat dibutuhkan oleh seorang penerbang. Kita lihat contoh-contoh di atas, seorang penerbang harus peka terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Mengendalikan pesawat yang melaju dengan cepat , komunikasi dengan orang lain, perubahan kondisi penerbangan, semua itu membutuhkan situational awareness yang tinggi.
Jadi saya harus bagaimana?
Banyak baca bisa menambah situational awareness (SA). Banyak berlatih juga bisa menambah SA. Jika sebelum sesi simulator kita diberi beberapa prosedur, hapalkan dengan baik. Tips ini juga berlaku untuk wawancara. Hapalkan point-point di CASR. Hapalkan sesuatu yang jarang dipakai misalnya light gun signal. Kalau kita tidak menghapal hal-hal yang terasa kecil seperti ini, jangan heran kalau kita tidak bisa menjawab sebuah pertanyaan sederhana dari seorang pewawancara. Silahkan baca juga artikel “Belajar dari kesalahan: Fail dan menghindarinya” yang berisi tips lainnya.